-->

Minggu, 19 Mei 2019

Mengejar Ombak



Kuatnya…
Begitu deras.
Membentuk sebuah rupa yang menjulang tinggi, ditiup angin samudera, dari Utara

Aku menyaksikan semua itu dengan mata kepalaku sendiri. Antara kagum dan takut sama-sama liar pada perasaaanku. Di saat seperti itu yang kupikir hanyalah keselamatan diri. Kemana harus berpegang? Kemana harus berlari? Ke mana harus mendaki?

Cerita mengenai hilangnya 203 penduduk yang terseret ombak ganas 14 tahun lalu masih menjadi momok yang menakutkan. Adikku turut serta menjadi korban. Di pulau yang berpenduduk tak lebih dari 60.000 jiwa ini, kehilangan 203 manusia merupakan sebuah bencana besar.

Alam marah. Bnegitu kata Tetua yang nyaris menjadi korban ombak setinggi 15 meter itu. Tetua bilang alam marah karena manusia tidak peduli dengan lingkungan. Menjadi seenaknya. Merasa menjadi raja sehingga lupa kalau di bumi ini kita perlu hidup rukun dengan lingkungan, dengan alam.

Aku mendengarkan cerita Tetua saat pemakaman massal diadakan di pulau kami. Mendengarnya bercerita mengingatkanku pada Lastri, adikku. Andai saja saat itu aku melarangnya pergi ke pantai, pasti kejadian itu tidak akan pernah terjadi. Rasa kehilangan ini begitu dalam. Aku tak tahu perlu berapa lama untuk menguburnya. Aku belum siap.

**

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner