-->

Kamis, 06 Juni 2019

Hari Sebelum Lebaran di Jakarta



Jakarta mendadak sepi. Gak seperti biasanya yang padat, macet, ngebul, dan semrawut. Perjalanan dari Tangerang menuju Jelambar via Daan Mogot nyaris membuat ngantuk karena jalanan lurus yang lengang. Kondisi seperti ini hanya terjadi ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri. Pada musim lebaran kayak gini Jakarta ditinggal lebih dari separuh penduduknya buat mudik ke kampung halaman masing-masing. Gue pergi ke Jelambar tepat satu hari sebelum lebaran.

Kepergian gue ke Jelambar adalah buat jemput temen gue. Kami ada rencana bertemu saat itu. Dia lagi bosen katanya di rumah. Sementara gue butuh temen buat ngobrol diskusi cenderung curhat, jadilah kami bertemu pada Selasa, 4 Juni 2019.

Agenda kami saat itu adalah untuk mencoba fasilitas wisata murah. Bisa dibilang semacam city tour. Jadilah agenda saat itu adalah naik bus wisata gratis yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Bus wisata yang kami tumpang mengambil rute apa saja yang kebetulan datang saat itu. Motor gue parkir di Monas dan langsung jalan sedikit ke trotoar. Gak lama kemudian datang bus dengan arah Kota-Monas. Kami naik bus itu dan secara kebetulan dapat kursi terdepan di atas.

Bus wisata ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah punya kursi lebih sedikit dibanding di lantai 2. Kebetulan banget gue dapet di situ. Emang udah ngincer posisi itu. Supaya pandangan jauh lebih luas dan bisa liat pemandangan Jakarta dari atas. Ngerasa gagah deh. Walaupun pada saat itu agak sedikit panas karena bagian AC tepat di atas kepala kami dan mengarah ke kursi di belakang kami.

View dari atas


Kesan pertama naik bus ini adalah… wuih seru juga yah. Ngelewatin Jl Gajah Mada dengan tanpa hambatan kerena lalu lintas yang sepi, kami cerita-cerita mengenai banyak hal berdasarkan tempat yang kami lewati. Sedikit sejarah, budaya, dan kehidupan sosialnya. Perjalanan mulus sampai ke Kota. Bus berhenti tepat di seberang restoran Padang. Nama haltenya BNI 46 Kota. Kami turun di situ.

Arah pulang Kota-Monas

Karena kami gak ada niat eksplorasi daerah Kota dan menurut petugasnya bus yang barusan kami tumpangi adalah bus terakhir untuk rute kembali ke Monas, jadilah kami naik bus itu lagi setelah sebelumnya si Sofi (nama temen gue) sempet beli es potong di sekitar situ dan buru-buru ngabisin karena makanan dan minuman gak boleh dibawa masuk. Kami turun di Monas dengan lancar. 

Sekadar masukan buat pengelola bus, mohon lagunya disesuaikan dengan budaya ataupun yang melekat dengan Jakarta. Misalnya lagu Benyamin, atau lagu-lagu populer yang bercerita tentang Jakarta. Bukan lagu-lagu populer seputar percintaan. Kalau perlu, bikin jingle khusus agar melekat di ingatan para penumpang.

**

Agenda kedua adalah mencoba naik MRT. Mengambil rute awal di Bunderan HI, gue mindahin motor gue buat parkir di GI. Tapi parkir liar yang banyak tersedia di situ. Mentang-mentang lebaran, gue ditarif Rp. 10.000. Gila banget. Dia sih bilang ‘Hari ini doang’. Ya udahlah toh parkir di dalem mall pun belum ada jaminan gue dapet tempat parkir. Belum lagi harus jalan ke atas dan segala macem. Jalanlah kami ke halte MRT Bunderan HI.

Numpang foto dengan latar yang iconic

Dan gila yah.. di dalem stasiun Bunderan HI saat itu ruameee banget. Kebanyakan keluarga dan kebanyakan orang-orang menengah ke atas. Banyak etnis keturunan juga. Yang dapat gue simpulin dari pengamatan saat itu adalah mereka juga sama kayak gue; yang kebetulan main ke mall dan ingin mencoba MRT sebagai bagian dari wisata. Bukan sebagai kebutuhan sarana transportasi.

Masyarakat yang datang saat ini jauh berbeda dengan yang gue liat pada saat gue naik pertama kali bulan Maret lalu. Waktu itu masih gratis dan kita cukup kasih liat screenshoot kode QR buat di-scan sama petugas yang ada. Walaupun pada kenyataannya gak di-scan juga sih. Masyarakat yang datang saat itu cukup beragam. Dan banyak terlihat yang dari kelas menengah ke bawah. Bahkan di dalam MRT pun gue ngobrol sama bapak-bapak yang secara jujur bilang dia dan keluarganya sengaja datang ke MRT untuk menaiki MRT. Kalau liat foto-foto waktu awal-awal MRT dirilis, pasti ketemu deh orang-orang dengan prilaku ajaib selama di gerbong maupun di stasiun. Nah prilaku itu gak keliatan pas kemarin. Yakin sih karena orang-orangnya udah agak ter-educated.

Tujuan gue saat itu adalah Blok M. Karena di Blok M ini view-nya cukup bagus. Tarif dari Bunderan HI ke Blok M itu sebesar Rp. 8.000 sedangkan untuk rute terjauh mengambil rute Bunderan HI – Lebak Bulus Grab sebesar Rp. 14.000. Untuk bisa masuk ke dalam MRT kita perlu punya kartu MRT atau bisa juga pakai pembayaran non-tunai kayak Flazz, BNI Taplus, e-Money, dsb. Yang paling gue suka adalah ada petugas yang mobile nawarin produk mereka. Gue gak tau berapa harganya. Tapi hal ini cukup efektif buat yang gak punya kartu MRT dan males ngantri.

Gue gak punya kartu MRT dan hanya punya kartu Flazz yang gabung sama kartu Debit BCA. Sementara si Sofi gak punya. Setelah gue inget lagi ternyata gue punya kartu Flazz tapi memang gak ada saldonya. Nah beruntung di dalam sana juga ada meja buat yang mau topup. Antrilah gue di situ buat topup. Karena kami akan ambil rute ke Blok M jadinya isi Rp. 20.000 cukup dong yah. Kan Cuma Rp. 16.000 pulang pergi. Gue isi kedua Flazz gue senilai masing-masing Rp.20.000.

Pose di depan MRT
Di salah satu sudut

Kami sampai di Blok M dan sedikit foto-foto di sana. Gue udah pernah ke sana jadi sensasinya biasa aja. Cuma yang gue baru tahu adalah pas mau balik lagi ke Bunderan HI ternyata saldo minimal yang harus gue punya adalah Rp. 14.000. Jadinya gue isi lagi deh Flazz-nya sebesar Rp. 20.000. Cuma isi satu kartu karena kartu satu lagi masih cukup. Setelah isi kami langsung naik dan sampai ke Bunderan HI sekitar pukul 17.35, mendekati waktu berbuka.

**

Sofi berniat traktir gue dan menjanjikan akan makan di tempat yang enak. Gue memutuskan untuk nunggu di musholla terlebih dahulu buat nunggu adzan magrib dan sholat di situ. Soalnya kalau naik duluan ke tempat makan susah lagi buat sholat. Beberapa langkah sebelum masuk ke area musholla, terdengar suara bedug. Salah satu restoran di lantai itu ternyata beneran punya bedug sebagai gimmick dan dibunyiin pas adzan. Gue bawa air minum jadi batalin dulu. Di musholla itu juga disediain tajilan berupa air mineral gelas dan kue pasar ukuran kecil. Gue sempet nyobain dua. Lumayan buat ngebatalin. Abis takjil kemudian gue sholat berjamaah dan setelah salam, imam ngucapin takbir. Ya Allah… Gue terharu banget. Sekaligus disadarin kalau besok udah lebaran. Gue sadar saat itu sempet merasa haru dan hampir nangis karena keadaan itu. Berharap masih ada umur buat ketemu sama Ramadhan berikutnya. Aamiin.

**

Saatnya makan.

Gue sendiri bingung mau makan apa. Banyak banget pilihan saat itu. Emang dasarnya jarang makan di resto jadinya gue cukup selektif dengan pilihan makanan. Takut gak cocok aja. Sofi nawarin makan di Mr. Park. Karena katanya porsinya besar, sesuai dengan display yang terpampang di depan. Oke lah. Chicken Mozzarella terasa menjanjikan. Kami pesan 2. Menunggu cukup lama karena memang ramai. Waktu berbuka puasa dan waktu makan malam bikin tempat makan penuh banget saat itu. Untungnya gue dapet, itu pun mesti sharing table sama pengunjung lain. Untungnya mereka baik.

Review sedikit buat makanannya.

Chicken Mozzarella Mr. Park

Gue memang suka keju. Tapi kemarin tuh kejunya banyak banget. Melimpah. Dan bener aja. Kejunya gak abis. Dan porsinya memang cukup besar buat ukuran kami. Saking besarnya kami mesti makan sedikit-sedikit dan bersambung. Yang paling enak justru nasi dan telurnya. Kejunya kebanyakan dan ayamnya juga biasa aja. Kalau kata si Sofi sih bumbunya terasa banget fermentasinya. Gue sih gak gitu ngerti. Tapi memang ayamnya jenis ayam yang bisa bikin eneg kalau kebanyakan. Di beberapa potongan terakhir pun gue ngerasaain hal itu.

Oh pas lagi makan ini gue ngeliat sosok yang gue kenal. Namanya Miku. Gue sapa dia dan dia terkejut ngeliat gue karena ketemu di tempat yang gak diduga. Dia sama temennya dan kebetulan orang yang duduk di meja gue udah selesai makannya jadi mereka bisa gabung. Keliatan sih mereka lagi cari tempat duduk juga. Gue, Miku, dan Sofi saling kenal meski gak akrab jadi ngobrolnya lumayan cair. Untungnya temennya itu juga asik. Gue sama Sofi suka sama dia karena orangnya cukup asik. Kami berempat cerita-cerita sambil share makanan. Makanan si Sofi yang masih banyak diabisin sama Miku dan temennya. Terutama bagian kejunya yang gue bilang melimpah.

**

Pamit dari Miku karena gue mesti menyelesaikan pembicaraan yang tertunda antara gue sama Sofi. Pas lagi muter dan ngeliat CGV kami coba ke situ. Ada kursi melingkar di luar CGV. Wah cocok nih buat cerita. Cerita lah gue di sana. Mulai dari agama, politik, hal bodoh, sosial, masalah personal sampai di titik gue ceritain keresahan gue. Masukan dan pandangannya dari dia sangat berharga dan betul-betul menyentuh apa yang menjadi fokus gue saat itu. Lumayan lama di situ. Bisa lebih lama andai mall gak tutup da nada yang jual makanan/minuman.

Jam 9 lebih kami pulang. Tarif Rp. 10.000 di parkiran liar terasa pantas karena tarifnya gak jauh beda dengan tarif di dalam GI. Perjalanan pulang gak sesepi perjalanan berangkat. Alasannya tentu karena malam ini adalah malam takbir. Banyak orang keluar, pakai kendaraan segala macam dan merayakan malam takbir sambil keliling kota. Jakarta menyambut Idul Fitri. Syukurlah semua berjalan lancar jadi bisa lebaran dengan tenang.

Foto sebelum pulang

**

Segitu dulu aja deh cerita gue. Nanti gue sambung lagi kalau ada kegiatan seru yang gue lakuin. AKhir kata gue ucapin Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin.


NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner