Jakarta mendadak sepi. Gak seperti biasanya yang padat,
macet, ngebul, dan semrawut. Perjalanan dari Tangerang menuju Jelambar via Daan
Mogot nyaris membuat ngantuk karena jalanan lurus yang lengang. Kondisi seperti
ini hanya terjadi ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri. Pada musim lebaran
kayak gini Jakarta ditinggal lebih dari separuh penduduknya buat mudik ke
kampung halaman masing-masing. Gue pergi ke Jelambar tepat satu hari sebelum lebaran.
Kepergian gue ke Jelambar adalah buat jemput temen gue. Kami
ada rencana bertemu saat itu. Dia lagi bosen katanya di rumah. Sementara gue
butuh temen buat ngobrol diskusi cenderung curhat, jadilah kami bertemu pada Selasa, 4 Juni 2019.
Agenda kami saat itu adalah untuk mencoba fasilitas wisata
murah. Bisa dibilang semacam city tour. Jadilah agenda saat itu adalah naik bus
wisata gratis yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Bus wisata yang kami
tumpang mengambil rute apa saja yang kebetulan datang saat itu. Motor gue parkir di
Monas dan langsung jalan sedikit ke trotoar. Gak lama kemudian datang bus
dengan arah Kota-Monas. Kami naik bus itu dan secara kebetulan dapat kursi
terdepan di atas.
Bus wisata ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah punya
kursi lebih sedikit dibanding di lantai 2. Kebetulan banget gue dapet di situ.
Emang udah ngincer posisi itu. Supaya pandangan jauh lebih luas dan bisa liat
pemandangan Jakarta dari atas. Ngerasa gagah deh. Walaupun pada saat itu agak
sedikit panas karena bagian AC tepat di atas kepala kami dan mengarah ke kursi
di belakang kami.
![]() |
View dari atas |
Kesan pertama naik bus ini adalah… wuih seru juga yah.
Ngelewatin Jl Gajah Mada dengan tanpa hambatan kerena lalu lintas yang sepi,
kami cerita-cerita mengenai banyak hal berdasarkan tempat yang kami lewati.
Sedikit sejarah, budaya, dan kehidupan sosialnya. Perjalanan mulus sampai ke
Kota. Bus berhenti tepat di seberang restoran Padang. Nama haltenya BNI 46
Kota. Kami turun di situ.
![]() |
Arah pulang Kota-Monas |
Karena kami gak ada niat eksplorasi daerah Kota dan menurut
petugasnya bus yang barusan kami tumpangi adalah bus terakhir untuk rute
kembali ke Monas, jadilah kami naik bus itu lagi setelah sebelumnya si Sofi
(nama temen gue) sempet beli es potong di sekitar situ dan buru-buru ngabisin
karena makanan dan minuman gak boleh dibawa masuk. Kami turun di Monas dengan
lancar.
Sekadar masukan buat pengelola bus, mohon lagunya disesuaikan dengan budaya ataupun yang melekat dengan Jakarta. Misalnya lagu Benyamin, atau lagu-lagu populer yang bercerita tentang Jakarta. Bukan lagu-lagu populer seputar percintaan. Kalau perlu, bikin jingle khusus agar melekat di ingatan para penumpang.
**
Agenda kedua adalah mencoba naik MRT. Mengambil rute awal di
Bunderan HI, gue mindahin motor gue buat parkir di GI. Tapi parkir liar yang
banyak tersedia di situ. Mentang-mentang lebaran, gue ditarif Rp. 10.000. Gila
banget. Dia sih bilang ‘Hari ini doang’. Ya udahlah toh parkir di dalem mall
pun belum ada jaminan gue dapet tempat parkir. Belum lagi harus jalan ke atas
dan segala macem. Jalanlah kami ke halte MRT Bunderan HI.
![]() |
Numpang foto dengan latar yang iconic |
Dan gila yah.. di dalem stasiun Bunderan HI saat itu ruameee
banget. Kebanyakan keluarga dan kebanyakan orang-orang menengah ke atas. Banyak
etnis keturunan juga. Yang dapat gue simpulin dari pengamatan saat itu adalah
mereka juga sama kayak gue; yang kebetulan main ke mall dan ingin mencoba MRT
sebagai bagian dari wisata. Bukan sebagai kebutuhan sarana transportasi.
Masyarakat yang datang saat ini jauh berbeda dengan yang gue
liat pada saat gue naik pertama kali bulan Maret lalu. Waktu itu masih gratis
dan kita cukup kasih liat screenshoot kode QR buat di-scan sama petugas yang
ada. Walaupun pada kenyataannya gak di-scan juga sih. Masyarakat yang datang
saat itu cukup beragam. Dan banyak terlihat yang dari kelas menengah ke bawah.
Bahkan di dalam MRT pun gue ngobrol sama bapak-bapak yang secara jujur bilang
dia dan keluarganya sengaja datang ke MRT untuk menaiki MRT. Kalau liat
foto-foto waktu awal-awal MRT dirilis, pasti ketemu deh orang-orang dengan
prilaku ajaib selama di gerbong maupun di stasiun. Nah prilaku itu gak keliatan
pas kemarin. Yakin sih karena orang-orangnya udah agak ter-educated.
Tujuan gue saat itu adalah Blok M. Karena di Blok M ini
view-nya cukup bagus. Tarif dari Bunderan HI ke Blok M itu sebesar Rp. 8.000
sedangkan untuk rute terjauh mengambil rute Bunderan HI – Lebak Bulus Grab
sebesar Rp. 14.000. Untuk bisa masuk ke dalam MRT kita perlu punya kartu MRT
atau bisa juga pakai pembayaran non-tunai kayak Flazz, BNI Taplus, e-Money,
dsb. Yang paling gue suka adalah ada petugas yang mobile nawarin produk mereka.
Gue gak tau berapa harganya. Tapi hal ini cukup efektif buat yang gak punya
kartu MRT dan males ngantri.
Gue gak punya kartu MRT dan hanya punya kartu Flazz yang
gabung sama kartu Debit BCA. Sementara si Sofi gak punya. Setelah gue inget
lagi ternyata gue punya kartu Flazz tapi memang gak ada saldonya. Nah beruntung
di dalam sana juga ada meja buat yang mau topup. Antrilah gue di situ buat
topup. Karena kami akan ambil rute ke Blok M jadinya isi Rp. 20.000 cukup dong
yah. Kan Cuma Rp. 16.000 pulang pergi. Gue isi kedua Flazz gue senilai
masing-masing Rp.20.000.
![]() |
Pose di depan MRT |
Kami sampai di Blok M dan sedikit foto-foto di sana. Gue
udah pernah ke sana jadi sensasinya biasa aja. Cuma yang gue baru tahu adalah
pas mau balik lagi ke Bunderan HI ternyata saldo minimal yang harus gue punya
adalah Rp. 14.000. Jadinya gue isi lagi deh Flazz-nya sebesar Rp. 20.000. Cuma
isi satu kartu karena kartu satu lagi masih cukup. Setelah isi kami langsung
naik dan sampai ke Bunderan HI sekitar pukul 17.35, mendekati waktu berbuka.
**
Sofi berniat traktir gue dan menjanjikan akan makan di
tempat yang enak. Gue memutuskan untuk nunggu di musholla terlebih dahulu buat
nunggu adzan magrib dan sholat di situ. Soalnya kalau naik duluan ke tempat
makan susah lagi buat sholat. Beberapa langkah sebelum masuk ke area musholla,
terdengar suara bedug. Salah satu restoran di lantai itu ternyata beneran punya
bedug sebagai gimmick dan dibunyiin pas adzan. Gue bawa air minum jadi batalin
dulu. Di musholla itu juga disediain tajilan berupa air mineral gelas dan kue
pasar ukuran kecil. Gue sempet nyobain dua. Lumayan buat ngebatalin. Abis
takjil kemudian gue sholat berjamaah dan setelah salam, imam ngucapin takbir.
Ya Allah… Gue terharu banget. Sekaligus disadarin kalau besok udah lebaran. Gue
sadar saat itu sempet merasa haru dan hampir nangis karena keadaan itu.
Berharap masih ada umur buat ketemu sama Ramadhan berikutnya. Aamiin.
**
Saatnya makan.
Gue sendiri bingung mau makan apa. Banyak banget pilihan
saat itu. Emang dasarnya jarang makan di resto jadinya gue cukup selektif
dengan pilihan makanan. Takut gak cocok aja. Sofi nawarin makan di Mr. Park.
Karena katanya porsinya besar, sesuai dengan display yang terpampang di depan.
Oke lah. Chicken Mozzarella terasa menjanjikan. Kami pesan 2. Menunggu cukup
lama karena memang ramai. Waktu berbuka puasa dan waktu makan malam bikin
tempat makan penuh banget saat itu. Untungnya gue dapet, itu pun mesti sharing table sama pengunjung lain. Untungnya mereka baik.
Gue memang suka keju. Tapi kemarin tuh kejunya banyak
banget. Melimpah. Dan bener aja. Kejunya gak abis. Dan porsinya memang cukup
besar buat ukuran kami. Saking besarnya kami mesti makan sedikit-sedikit dan
bersambung. Yang paling enak justru nasi dan telurnya. Kejunya kebanyakan dan
ayamnya juga biasa aja. Kalau kata si Sofi sih bumbunya terasa banget
fermentasinya. Gue sih gak gitu ngerti. Tapi memang ayamnya jenis ayam yang
bisa bikin eneg kalau kebanyakan. Di beberapa potongan terakhir pun gue
ngerasaain hal itu.
Oh pas lagi makan ini gue ngeliat sosok yang gue kenal.
Namanya Miku. Gue sapa dia dan dia terkejut ngeliat gue karena ketemu di tempat
yang gak diduga. Dia sama temennya dan kebetulan orang yang duduk di meja gue
udah selesai makannya jadi mereka bisa gabung. Keliatan sih mereka lagi cari
tempat duduk juga. Gue, Miku, dan Sofi saling kenal meski gak akrab jadi
ngobrolnya lumayan cair. Untungnya temennya itu juga asik. Gue sama Sofi suka
sama dia karena orangnya cukup asik. Kami berempat cerita-cerita sambil share
makanan. Makanan si Sofi yang masih banyak diabisin sama Miku dan temennya.
Terutama bagian kejunya yang gue bilang melimpah.
**
Pamit dari Miku karena gue mesti menyelesaikan pembicaraan
yang tertunda antara gue sama Sofi. Pas lagi muter dan ngeliat CGV kami coba ke
situ. Ada kursi melingkar di luar CGV. Wah cocok nih buat cerita. Cerita lah
gue di sana. Mulai dari agama, politik, hal bodoh, sosial, masalah personal sampai di
titik gue ceritain keresahan gue. Masukan dan pandangannya dari dia sangat
berharga dan betul-betul menyentuh apa yang menjadi fokus gue saat itu. Lumayan
lama di situ. Bisa lebih lama andai mall gak tutup da nada yang jual makanan/minuman.
Jam 9 lebih kami pulang. Tarif Rp. 10.000 di parkiran liar
terasa pantas karena tarifnya gak jauh beda dengan tarif di dalam GI.
Perjalanan pulang gak sesepi perjalanan berangkat. Alasannya tentu karena malam ini adalah malam takbir. Banyak orang keluar, pakai kendaraan segala macam dan
merayakan malam takbir sambil keliling kota. Jakarta menyambut Idul Fitri. Syukurlah
semua berjalan lancar jadi bisa lebaran dengan tenang.
![]() |
Foto sebelum pulang |
**
Segitu dulu aja deh cerita gue. Nanti gue sambung lagi kalau
ada kegiatan seru yang gue lakuin. AKhir kata gue ucapin Selamat Hari Raya Idul
Fitri 1440 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin.