-->

Rabu, 08 April 2015

THE TRILOGY OF JAPAN NIGHT PART 3 -REPORT CONCERT-

TRILOGY OF JAPAN NIGHT
PART 3 –REVIEW-

Sabtu, 4 April 2015
@ Kota Kasablanka, Jakarta

Seperti diduga, pengalaman saya bertemu dan berpelukan dengan HYDE seperti yang saya ceritakan sebelumnya di Part 2 mendapat banyak apresiasi dari pembaca yang merupakan teman-teman. Siapapun pasti akan merasa bahagia jika mereka berada di posisi saya. Sebuah kepingan kenangan yang tersusun dan diejawantahan dalam bentuk kata-kata rupanya mampu menarik emosi dan soul untuk sama-sama merasakan kebahagiaan yang saya alami. Semoga mereka yang tadinya hanya mampu merasakan dari tulisan saya, suatu saat nanti mendapat kesempatan untuk pengalaman abadi.

***

Sesaat sebelum gate dibuka (di jadwal tertera jam 5 sore), di luar sudah tampak antrian mengular, sisanya terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil di sekitaran pintu masuk. Tiket sudah di tangan, jadi saya merasa tidak perlu ikut mengantri. Yang ada hanya perasaan cemas karena tiket teman ada di saya sedangkan si teman masih dalam perjalanan. 

“Tiketnya dipegang… Tiketnya dipegang..” begitulah kira-kira suara cepak bersafari yang sudah berjaga sedari tadi. Ini artinya, gate akan dibuka dalam waktu dekat. Pemegang tiket VIP memang sudah mendapatkan no seating, sehingga tidak perlu mengantri pun tetap akan mendapatkan kursi yang tertera pada tiket. Tapi tampaknya kekhawatiran para penonton VIP bahwa tempatnya akan diserobot oleh orang-orang idiot memperbesar keinginan mereka untuk menjaga wilayah kekuasaannya. Atau mungkin mereka ingin cepat-cepat masuk dan mempostingnya di social media seperti orang-orang kekinian.

Antrian sudah lebih dari 30 menit, namun orang-orang masih banyak yang berada di luar venue. Masih rame, kata mereka. Saya termasuk orang-orang yang berada di luar untuk menunggu teman. Erick dan Yuuki datang ba’da maghrib. Basuki bersaudara sudah lebih dulu tiba. Tiket mereka ada di saya. Setelah berdiskusi berlima, akhirnya pembagian tiket tetap seperti semula. Saya, Erick, dan Yuuki yang mendapat jatah dari seorang teman masuk ke kelas regular, Basuki bersaudara masuk ke VIP. Sebenernya ingin sekali masuk ke VIP, namun ada tanggung jawab moral yang harus saya pegang. 

Sempat diwawancarai oleh salah satu media, saya dan teman memutuskan masuk ke dalam. Antrian sudah berkurang saat itu. Sebagian besar sudah ada di dalam venue. Tanpa pemeriksaan yang ketat, masuklah kami ke venue acara. 

Berfoto-foto di tempat-tempat menjanjikan menjadi hal yang lumrah. Kami termasuk ke dalam orang-orang itu. Lalu mampir ke booth merchandise. Tak disangka, kami bertemu dengan Pak P yang kami kenal selagi masih di Sony Music, kini pindah ke Universal Music. Hal ini menjelaskan kenapa setiap undangan yang kami kirim ke email beliau, tidak mendapat respon. Pembicaraan terdengar hangat dan akrab meskipun kami amat jarang bertemu maupun berkomunikasi. 

Kemudian teman kami yang lain datang. Axel, Fije, dan Melody. Mereka di kelas yang sama dengan saya. Jadi saya tidak akan merasa sendirian. Buat saya, kurang menyenangkan kalau menonton konser sendirian, kecuali untuk konser yang saya ingin intim bersamanya. 

Rombongan Axel mengajak kami untuk bersantai dulu. Mereka ingin merokok, saya ingin dirokok. Bercanda. Akhirnya dipilihlah lounge terdekat yang ada di  dekat venue. Di situ ada wajah-wajah familiar buat saya. Sato dari Samurai Blue, Cia dari X-Shibuya dan Alicka yang kini sudah menjadi suami-istri, juga terlihat beberapa wartawan dan sesaat saya melihat Mr. Shanee dari promotor. Ngobrol dan diskusi bersama ditemani oleh Carlos dari Obake, kami melewatkan performance pertama yaitu Tokyo Ska Paradise Orchestra. Nama yang terlalu panjang buat saya. Nanti sajalah, kejar di Java Jazz, pikir saya. 

Obrolan harus  disudahi karena tiba-tiba saja rekan-rekan wartawan tergesa-gesa untuk keluar dari café. Kemungkinannya ada 2, antara VAMPS akan bermain, atau terjadi peristiwa tidak diduga di café tersebut (kebakaran, kesurupan, dll). Alasan pertama lebih masuk akal sehingga kami memutuskan untuk pergi ke dalam venue meninggalkan minuman yang memang sudah hampir menyentuh dasar gelas.  

Ternyata Tokyo Ska baru saja menyelesaikan aksinya. Menurut Erick, band ini cukup bagus. Memang. Saya sudah memperkirakan bahwa band Tokyo Ska ini adalah type band festival yang bisa menghibur untuk penonton yang bahkan tidak kenal mereka sebelumnya. Apalagi jika dilihat dari wajah personil originalnya, tentu band ini punya banyak pengalaman menjelajahi festival-festival musik dunia. Ada intelektualitas dalam musical ability tiap personil yang dibalut ke dalam sajian apik sebuah hiburan. Penonton kita sudah siap dan mudah beradaptasi untuk sesuatu semacam itu. Beberapa malah banyak yang bilang bahwa justru penampilan Tokyo Ska itulah yang paling bagus dibanding 2 band lainnya. Petjah, kalau kata anak-anak zaman sekarang.  

Suhu udara yang terlalu dingin membuat tubuh ini kurang bisa beradaptasi. Panitia tidak menyediakan booth minuman beralkohol. Sial memang. Sesuatu yang hangat sangat cocok untuk suhu yang terlalu dingin menurut saya. 

Band kedua, [ALEXANDROS], sedang melakukan cek line. Muda-mudi lebih banyak yang menghabiskan waktunya dengan duduk bersantai sambil memainkan gadgetnya atau sekadar bercanda. Banyak juga yang stoned, terkesan tidak peduli. Sambil menunggu band naik ke panggung, saya mencoba mencari teman dan tempat yang strategis. Tujuan saya ada dua, view yang bagus dan sound yang bulat dan balance.

Penampilan [ALEXANDROS] cukup bisa diterima oleh penonton. Musiknya asik, mainnya rapih. Soundnya juga cukup galak. Namun yang paling memuaskan saya adalah di tiap lagunya ada saja part-part yang tidak diduga. Agak nakal memang. Musik mereka memang layak dipuji dengan ikhlas. Bukan tidak mungkin jika mereka datang lagi ke Indonesia, penonton mereka akan bertambah.

Hajatan masih menyisakan satu lagi performance yang paling banyak massanya; VAMPS. Para fans yang sedari tadi menunggu kemunculan vampire makin tidak sabar menunggu superstar muncul. Apalagi di luar, sedang terjadi red moon yang menambah cerita-cerita lain saat konser. Andai event diadakan di ruangan terbuka, maka konser akan semakin berkesan saat fenomena alam terjadi tepat saat sang vampire muncul.

Sebuah track pembuka terdengar nyaring yang membuat para Bloodsuckers terhentak. Nama yang kurang bagus andai diterjemahkan ke Bahasa yang berarti Penghisap Darah. Perlu diingat bahwa vampire bukanlah satu-satunya yang bisa menghisap darah. Serangga bernama tumbila atau yang lebih dikenal sebagai bangsat juga kerap menghisap darah manusia. Juga pembalut wanita. Mulai dari yang tipis, extra tipis, bersayap, 20 cm,,, semua menghisap darah. Kata VAMPROSE jauh lebih baik. Mengingatkan saya terhadap nama Guns ‘n Roses. Sesuatu yang identik dengan kejahatan dibalut dengan mawar yang indah dan berduri. 

Dengan track pembuka tersebut, penonton yang tadinya duduk mulai berdiri. Yang berdiri mulai mendekat. Sesuatu yang memalukan terjadi di barisan VIP. Penonton di bagian tengah dan belakang yang ingin lebih dekat ke panggung rela menyingkirkan etika dan pikirannya untuk maju ke barikade terdepan. Cara yang amat kampungan mengingat tiap penonton sudah memiliki kursinya masing-masing. Apalagi terdengar kabar bahwa konon sekumpulan orang itu adalah mereka-mereka yang mendapat tiket gratis dan masuk belakangan. Tanpa memikirkan perasaan penonton yang benar-benar membeli tiket (seharga 1.6 juta), sekelompok orang itu rela melukai perjuangan penonton yang membeli tiket. Seharusnya panitia bisa mengambil tindakan mengingat syarat dan ketentuan yang tertera di bagian belakang tiket, pasal 7 yang berbunyi : Panitia berhak tanpa kewajiban pengembalian uang atau kompensasi dalam bentuk apapun untuk melarang masuk atau meminta setiap orang meninggalkan lokasi pertunjukan, apabila diperlukan untuk keamanan dan ketertiban pertunjukan. Berlaku juga untuk penonton yang merokok di dalam venue. Saya bukan anti perokok. Tapi idiot yang merokok di festival music indoor memang layak untuk dikebiri.

ZERO menjadi lagu pembuka dengan lighting yang baru dinyalakan khusus untuk VAMPS. Mungkin ini yang tertera di rider. Hasilnya menjadi sangat bagus. Seisi ruangan menjadi kerlap-kerlip berkat dua lampu tembak yang diarahkan ke bola kaca yang berputar. Persis seperti lagu Anata (dari band L’Arc-en-Ciel) atau Endless Rain (dari band X-JAPAN) yang sering saya lihat. 

Berturut-turut adalah WORLD’S ENDS, LIP, dan EVIL. Sebelum akhirnya personil VAMPS menyisakan JINX sendirian bermain keyboard. Nada-nada yang melodius terdengar dari kelincahan jarinya memainkan tuts menghasilkan melodi yang biasa terdengar di film-film dorama. Kemudian intro yang akrab di telinga Bloodsuckers, atau apalah, terdengar. VAMPIRE’S LOVE. Sial, ini lagu bagus.

Sempat miss lirik sesaat, entah karena HYDE lupa, atau karena memberi kesempatan kepada penonton untuk bernyanyi. VAMPIRE’s LOVE yang dibawakan adalah versi berbahasa Inggris. Sedangkan materi yang terdapat di album Bloodsuckers adalah lagu berbahasa Jepang. Akibatnya, saya tidak bisa ikut bernyanyi karena memang tidak tahu dengan lagu versi bahasa Inggris. Tidak mengapa. Toh apada akhirnya saya menikmati pula penamilan itu. HYDE sangat menghayati tiap liriknya yang membuat saya merinding karena kedinginan suhu udara. Tata cahaya di lagu ini memang patut dipuji karena penyesuaian atmosfir dengan emosi lagu begitu padu. 

Lagu berikutnya, HUNTING, mampu membakar penonton setelah bermesraan di VAMPIRE’S LOVE. HUNTING bukanlah lagu, melainkan sebuah hymne perang di akhir pekan yang dikomandoi oleh jenderal HYDE dan serdadu rock abad pertengahan. Putaran handuk/slayer di lagu berikutnya (ANGEL TRIP) terasa tidak kompak karena hanya sedikit yang melakukan itu. Andai diadakan project untuk membagi-bagian slayer, pasti akan lebih meriah. Atau lightstick, yang belakangan ini menjadi item wajib di dunia pertunjukkan music. 40 box atau setara 4000 batang bisa membuat konser semakin berwarna-warni. Butuh sekitar Rp. 1.400.000 untuk merealisasikannya. Angka yang tergolong kecil andai project tersebut bisa dijalankan beramai-ramai secara massiv.

SEX BLOOD ROCK ‘N ROLL menjadi lagu sebelum VAMPS meninggalkan stage. Sebuah idiom dan filosofis dari sex, drug, and rock n’ roll, mengacu pada pola hidup dan struggling band rock era 70-90an. SSetalh lagu tersebut, VAMPS menghilang untuk kemudian dilakukan encore. Belakangan ini, encore menjadi sesuatu yang sudah diskenariokan oleh kebanyakan band. Yang pasti, LOVE ADDICT dan MEMORIES menutup perjumpaan malam itu. Sang Vampire dan serdadu rock menghilang, lampu dipadamkan, dan show berakhir. 

Dua kali menyaksikan VAMPS, saya belum berkesempatan untuk menikmati lagu Evanescent secara live. Padahal saya yakin lagu ini sangat bagus, setara VAMPIRE’S LOVE. Tipikal orang Indonesia yang mudah galau membuat keyakinan saya terhadap lagu ini bisa menjadi amunisi ampuh yang berujung rindu. 

Konser berakhir, satu persatu penonton mulai keluar. Beberapa mencari teman yang terpisah, sisanya ada yang ke toilet, berfoto, atau juga membeli merchandise dan CD. Saya bertemu kembali dengan Basuki bersaudara yang mengembalikan potongan tiket VIP yang telah saya wanti sebelumnya, buat koleksi. Mungkin sebagai ucapan terima kasih, saya diberi official merchandise berupa towel yang saya terima dengan perasaan senang dan haru. 

Kembali bertemu dua fans asal Jepang, saya dan Ahmad langsung menariknya untuk mencari tempat yang bagus. Mereka ingin meminta video saat VAMPS tiba di Bandara. Sambil berjalan ke parkiran, kami berpisah dengan dua orang Jepang tersebut. Nanti saja videonya saya upload, begitu kata saya setelah melihat raut wajah mereka yang tampaknya tidak mengizinkan untuk saya dan Ahmad satu ranjang dengan mereka di hotel tempat mereka menginap. Ya kali. Kami berpisah setelah sebelumnya berpelukan dan berfoto bersama.










****

Sebenarnya, acara musik dengan  konsep multi artis ini sangat bagus. Penonton bisa dapat banyak hiburan berbeda dari artis. Sayangnya, sepertinya panitia lupa untuk melakukan survey ada atau tidaknya fans si artis di Indonesia. Untuk ukuran bisnis, itu penting. Mendekatkan diri ke komunitas merupakan salah satu jalan terbaik untuk mengorek informasi. Fanbase sangat terbuka kok untuk dilibatkan hal-hal seperti itu. Jadi jangan salahkan sepinya penjualan tiket karena memang untuk dua nama selain VAMPS, amat kurang peminatnya. Yang akhirnya banyak sekali tiket gratisan. Konser besar dengan tiket gratis sangat tidak mendidik masyarakat untuk menghargai sebuah pertunjukan. Meski begitu, saya tidak munafik dan tidak akan menolak andai ada tawaran tiket gratis untuk saya. 



Rabu, 8 April 2015
@ My Rented Room
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner