Taka. Credit : wikia |
Beberapa pekan lalu, Taka, vokalis band rock One Ok Rock mengunggah sebuah gambar putih polos disertai caption yang berisi curahan hatinya. Hal itu kemudian mendapat respon yang amat tinggi. Dengan hampir 30.000 komentar yang masuk, tentunya ini bukan masalah remeh sehingga membuat orang-orang merasa perlu untuk ikut memberikan suaranya.
Pada intinya Taka
berkeluh kesah tentang dua hal. Pertama adalah adanya dugaan monopoli front row (barisan terdepan) di setiap
konser dalam lawatan tour-nya di
Amerika Utara. Sehingga yang tampak bagi Taka adalah wajah-wajah yang sama
dengan yang dia lihat di setiap konser One Ok Rock ketika tour itu. Satu lagi yang ia resahkan adalah kelakuan para fans
Jepang yang tidak memberinya ruang di sela-sela off stage-nya. Taka bahkan berkata kalau fans-fans itu terus saja
mengambil gambar dengan kameranya seolah dirinya adalah Pokemon.
Siapa Yang Salah?
Pertanyaan ini
tentunya menarik untuk ditanyakan meskipun sebagian dari kita sudah punya
jawaban masing-masing. Tak ada yang betul-betul salah, dan tak ada yang
betul-betul benar. Keduanya (fans dan
artis) sama-sama punya hak untuk mengutarakan pendapatnya.
Jika dilihat dari
sudut pandang fans, tentu kita
beranggapan bahwa yang kita lakukan adalah sesuatu yang normal jika ukurannya
adalah datang ke konser, membeli rilisan maupun merchandise band yang bersangkutan. Namun ketika fans sudah melakukan hal-hal yang
menganggu penonton lain, tentu hal itu perlu diperhatikan. Contohnya ketika
kita sudah dalam antrian dan tiba-tiba sekelompok fans Jepang menyeruduk
antrian dengan embel-embel bahwa mereka adalah die hard fans dari Jepang demi keuntungan tertentu (mendapat front row misalnya), maka tindakan itu
adalah sebuah tindakan yang salah. Menjual atribut ‘dari Jepang’ di negara luar
adalah sebuah tindakan kurang terpuji jika ada kepentingan di dalamnya saat
posisi dan kondisi kita punya porsi yang sama besarnya.
Dari sebuah artikel, ternyata kelakuan fans One Ok Rock juga sempat bermasalah. Misalnya dalam artikel ini http://aramajapan.com/news/general/one-ok-rock-fans-lash-out-at-stevie-wonder/12490/ Para fans ini mengira bahwa Stevie Wonder mengcover lagu milik One Ok Rock. Yang pada kenyataannya justru sebaliknya.
Dari sebuah artikel, ternyata kelakuan fans One Ok Rock juga sempat bermasalah. Misalnya dalam artikel ini http://aramajapan.com/news/general/one-ok-rock-fans-lash-out-at-stevie-wonder/12490/ Para fans ini mengira bahwa Stevie Wonder mengcover lagu milik One Ok Rock. Yang pada kenyataannya justru sebaliknya.
Kemudian dalam
kasus privasinya yang terganggu. Rasanya hal ini tak perlu Taka yang
mengalaminya. Kita sendiri akan merasa risih jika privasi kita terusik. Namun
Taka adalah seorang penyanyi yang sudah dikenal sehingga fans merasa wajar untuk bisa dekat dan mengetahui segala
tindak-tanduk idola. Namun para fans juga harus sadar bahwa Taka dan para artis
lainnya adalah manusia yang juga bisa merasa lelah fisik maupun lelah pikiran.
Dan yang terpenting, mereka perlu ruang untuk dirinya sendiri. Untuk menjadi
normal kembali dengan melepas atribut keartisannya.
Sedikit cerita.
Bimbim Slank pernah menolak fans yang
mengajaknya berfoto bersama karena dirinya sudah merasa amat sangat super lelah
sekali. Itu menjadi penolakan pertama Bimbim sejak ia menjadi seorang legenda
musik tanah air. Jika sudah begitu, kita sebagai fans seharusnya bisa mengerti.
Taka juga tidak
sepenuhnya benar dengan anggapannya. Karena fans
punya hak untuk mendukung idolanya. Mereka hanya punya keinginan untuk
mendukung idolanya termasuk menjaga jarak tetap dekat dengan Taka cs. Boleh
jadi harusnya Taka bersyukur bahwa masih ada yang menonton konsernya. Masih ada
yang mau mengikutinya. Seberapa besar sebuah band bisa dilihat dari seberapa
besar dan loyal para fans-nya. Itu
yang harus diingat oleh Taka.
**
Mari kita bahas tguduhan-tuduhan maupun hal-hal yang menjadi perdebatan.
Sistem ticketing di Jepang rata-rata
menggunakan sistem undi (bingo/lottery)
sehingga para fans memiliki peluang
yang sama untuk bisa berada di front row.
Para die hard fans inilah yang
kemudian ingin memanfaatkan momentum tidak adanya sistem lottery ketika mereka berada di negara lain untuk menonton
idolanya. Dengan begitu, kesempatan mereka untuk dapat posisi front row bisa lebih mudah. Cukup dengan
mengantri lebih awal, kesempatan mendapatkan front row tentu akan lebih mudah didapatkan. Namun tetap, harus
sesuai dengan koridor dan etika terhadap sesama. Memonopoli front row dengan menjual nama ‘fans dari
Jepang’ mungkin saja ada. Tujuan mereka hanya demi bisa menjadi lebih dekat
dengan idola mereka.
Privasi menjadi
langka
Ketika memutuskan
menjadi seorang public figure dan hal
itu akan melahirkan para fans, maka
bersiaplah bahwa privasi artis akan menjadi sesuatu yang langka. Apa yang
dialami Taka adalah bukti bahwa ruang gerak pribadi menjadi tidak bebas.
Semakin besar kebintangan seseorang tentu akan semakin besar pula cahaya yang
menyilaukan para penggemarnya. Dan penggemar jadi buta karenanya. Sehingga akal
sehat seringkali diabaikan demi menggapai pesona cahaya si artis meski itu
mengganggu privasi si artis sekalipun. Ada yang beranggapan bahwa Taka
sebetulnya belum siap dengan status kepopuleran yang diraihnya kini. Benar
tidaknya anggapan itu saya serahkan kembali kepada pembaca.
Taka dan niat
bermusik
Ada yang menjadi
musisi karena ingin terkenal. Namun tak sedikit juga yang menginginkan menjadi
musisi karena ingin menyampaikan pesan yang ingin ia katakan dan bagi kepada
dunia. Ada yang betul-betul tergantung pada musik, ada juga yang malah
diselamatkan oleh musik itu sendiri. Apapun motifnya, Taka pasti puya motifnya
sendiri.
Jika kegelisahan
Taka adalah pada penghuni front row
yang itu-itu saja, maka tampaknya yang diinginkan Taka adalah musik dan pesan
yang ia sampaikan bisa diterima oleh orang banyak. Sehingga dalam khayalan
Taka, ia ingin sekali orang-orang mendapatkan pegalaman bagus saat menonton
konser One Ok Rock dengan setidaknya berada di deretan terdepan. Sayangnya,
para die hard fans yang berasal dari
Jepang itu jugalah yang ternyata menjadi penghalang mimpi Taka untuk memperoleh
lebih banyak pendengar.
Hubungan antara
fans dengan artis
Hubungan fans dengan artis
Hubungan fans dengan artis
Entah ada berapa
banyak literasi yang khusus membahas masalah ini. Masalah antara artis dengan fans-nya tentu memiliki karakter
masing-masing. Yang pasti keduanya saling mempengaruhi. Individu akan
mempengaruhi kelompok dan kelompok akan mempengaruhi individu. Dalam kasus
Taka, kedua pihak harus bisa saling memahami dan mengerti kondisi satu sama
lain agar hubungan keduanya tetap bisa akur. Tanpa fans, band bisa meredup. Rasanya Taka harus ingat dengan kutipan
dari Lao Tzu yang ada pada tattoo
miliknya yang bertuliskan;
“Watch your thoughts, they becom words. Watch your words
because they will become actions. Watch your actions for they become habits.
Watch your habits they become your character. And finally watch your character
because it will ultimately become your destiny.”