-->

Rabu, 08 Februari 2017

Membahas Pernyataan Kontroversial Taka 'One Ok Rock' di Instagram

Taka. Credit : wikia

Beberapa pekan lalu, Taka, vokalis band rock One Ok Rock mengunggah sebuah gambar putih polos disertai caption yang berisi curahan hatinya. Hal itu kemudian mendapat respon yang amat tinggi. Dengan hampir 30.000 komentar yang masuk, tentunya ini bukan masalah remeh sehingga membuat orang-orang merasa perlu untuk ikut memberikan suaranya.

Pada intinya Taka berkeluh kesah tentang dua hal. Pertama adalah adanya dugaan monopoli front row (barisan terdepan) di setiap konser dalam lawatan tour-nya di Amerika Utara. Sehingga yang tampak bagi Taka adalah wajah-wajah yang sama dengan yang dia lihat di setiap konser One Ok Rock ketika tour itu. Satu lagi yang ia resahkan adalah kelakuan para fans Jepang yang tidak memberinya ruang di sela-sela off stage-nya. Taka bahkan berkata kalau fans-fans itu terus saja mengambil gambar dengan kameranya seolah dirinya adalah Pokemon.

Siapa Yang Salah?
Pertanyaan ini tentunya menarik untuk ditanyakan meskipun sebagian dari kita sudah punya jawaban masing-masing. Tak ada yang betul-betul salah, dan tak ada yang betul-betul benar. Keduanya (fans dan artis) sama-sama punya hak untuk mengutarakan pendapatnya.

Jika dilihat dari sudut pandang fans, tentu kita beranggapan bahwa yang kita lakukan adalah sesuatu yang normal jika ukurannya adalah datang ke konser, membeli rilisan maupun merchandise band yang bersangkutan. Namun ketika fans sudah melakukan hal-hal yang menganggu penonton lain, tentu hal itu perlu diperhatikan. Contohnya ketika kita sudah dalam antrian dan tiba-tiba sekelompok fans Jepang menyeruduk antrian dengan embel-embel bahwa mereka adalah die hard fans dari Jepang demi keuntungan tertentu (mendapat front row misalnya), maka tindakan itu adalah sebuah tindakan yang salah. Menjual atribut ‘dari Jepang’ di negara luar adalah sebuah tindakan kurang terpuji jika ada kepentingan di dalamnya saat posisi dan kondisi kita punya porsi yang sama besarnya. 

Dari sebuah artikel, ternyata kelakuan fans One Ok Rock juga sempat bermasalah. Misalnya dalam artikel ini http://aramajapan.com/news/general/one-ok-rock-fans-lash-out-at-stevie-wonder/12490/ Para fans ini mengira bahwa Stevie Wonder mengcover lagu milik One Ok Rock. Yang pada kenyataannya justru sebaliknya.

Kemudian dalam kasus privasinya yang terganggu. Rasanya hal ini tak perlu Taka yang mengalaminya. Kita sendiri akan merasa risih jika privasi kita terusik. Namun Taka adalah seorang penyanyi yang sudah dikenal sehingga fans merasa wajar untuk bisa dekat dan mengetahui segala tindak-tanduk idola. Namun para fans juga harus sadar bahwa Taka dan para artis lainnya adalah manusia yang juga bisa merasa lelah fisik maupun lelah pikiran. Dan yang terpenting, mereka perlu ruang untuk dirinya sendiri. Untuk menjadi normal kembali dengan melepas atribut keartisannya.

Sedikit cerita. Bimbim Slank pernah menolak fans yang mengajaknya berfoto bersama karena dirinya sudah merasa amat sangat super lelah sekali. Itu menjadi penolakan pertama Bimbim sejak ia menjadi seorang legenda musik tanah air. Jika sudah begitu, kita sebagai fans seharusnya bisa mengerti.

Taka juga tidak sepenuhnya benar dengan anggapannya. Karena fans punya hak untuk mendukung idolanya. Mereka hanya punya keinginan untuk mendukung idolanya termasuk menjaga jarak tetap dekat dengan Taka cs. Boleh jadi harusnya Taka bersyukur bahwa masih ada yang menonton konsernya. Masih ada yang mau mengikutinya. Seberapa besar sebuah band bisa dilihat dari seberapa besar dan loyal para fans-nya. Itu yang harus diingat oleh Taka.

**

Mari kita bahas tguduhan-tuduhan maupun hal-hal yang menjadi perdebatan. 

Fans Jepang memonopoli front row

Credit terlampir

Sistem ticketing di Jepang rata-rata menggunakan sistem undi (bingo/lottery) sehingga para fans memiliki peluang yang sama untuk bisa berada di front row. Para die hard fans inilah yang kemudian ingin memanfaatkan momentum tidak adanya sistem lottery ketika mereka berada di negara lain untuk menonton idolanya. Dengan begitu, kesempatan mereka untuk dapat posisi front row bisa lebih mudah. Cukup dengan mengantri lebih awal, kesempatan mendapatkan front row tentu akan lebih mudah didapatkan. Namun tetap, harus sesuai dengan koridor dan etika terhadap sesama. Memonopoli front row dengan menjual nama ‘fans dari Jepang’ mungkin saja ada. Tujuan mereka hanya demi bisa menjadi lebih dekat dengan idola mereka.

Privasi menjadi langka
Ketika memutuskan menjadi seorang public figure dan hal itu akan melahirkan para fans, maka bersiaplah bahwa privasi artis akan menjadi sesuatu yang langka. Apa yang dialami Taka adalah bukti bahwa ruang gerak pribadi menjadi tidak bebas. Semakin besar kebintangan seseorang tentu akan semakin besar pula cahaya yang menyilaukan para penggemarnya. Dan penggemar jadi buta karenanya. Sehingga akal sehat seringkali diabaikan demi menggapai pesona cahaya si artis meski itu mengganggu privasi si artis sekalipun. Ada yang beranggapan bahwa Taka sebetulnya belum siap dengan status kepopuleran yang diraihnya kini. Benar tidaknya anggapan itu saya serahkan kembali kepada pembaca.

Taka dan niat bermusik
Ada yang menjadi musisi karena ingin terkenal. Namun tak sedikit juga yang menginginkan menjadi musisi karena ingin menyampaikan pesan yang ingin ia katakan dan bagi kepada dunia. Ada yang betul-betul tergantung pada musik, ada juga yang malah diselamatkan oleh musik itu sendiri. Apapun motifnya, Taka pasti puya motifnya sendiri.

Jika kegelisahan Taka adalah pada penghuni front row yang itu-itu saja, maka tampaknya yang diinginkan Taka adalah musik dan pesan yang ia sampaikan bisa diterima oleh orang banyak. Sehingga dalam khayalan Taka, ia ingin sekali orang-orang mendapatkan pegalaman bagus saat menonton konser One Ok Rock dengan setidaknya berada di deretan terdepan. Sayangnya, para die hard fans yang berasal dari Jepang itu jugalah yang ternyata menjadi penghalang mimpi Taka untuk memperoleh lebih banyak pendengar.
Hubungan antara fans dengan artis

Hubungan fans dengan artis
Entah ada berapa banyak literasi yang khusus membahas masalah ini. Masalah antara artis dengan fans-nya tentu memiliki karakter masing-masing. Yang pasti keduanya saling mempengaruhi. Individu akan mempengaruhi kelompok dan kelompok akan mempengaruhi individu. Dalam kasus Taka, kedua pihak harus bisa saling memahami dan mengerti kondisi satu sama lain agar hubungan keduanya tetap bisa akur. Tanpa fans, band bisa meredup. Rasanya Taka harus ingat dengan kutipan dari Lao Tzu yang ada pada tattoo miliknya yang bertuliskan;

“Watch your thoughts, they becom words. Watch your words because they will become actions. Watch your actions for they become habits. Watch your habits they become your character. And finally watch your character because it will ultimately become your destiny.”

Bagaimana takdir Taka dan One Ok Rock ke depannya? Akankah semakin bersinar, meredup, atau tetap seperti ini? Atau mungkin secara tiba-tiba nantinya Taka akan solo karier. Siapa yang tahu.

credit : studmonk.com


NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner