Jujur aja gue sering banget terbantu sama Google Maps dalam mencari rute ke sebuah tempat. Dengan bantuan Google Maps gue gak perlu nanya-nanya ke orang lain. Tapi Google Maps juga pernah begitu menyebalkan buat gue atas pilihan rutenya yang ajaib.
Kejadiannya di Bandung, 10 April 2021. Gue perlu Google Maps untuk pergi ke tempat jual siomay no 1 se-Bandung. Sebuah klaim yang dideklarasikan sendiri. Kalau liat di aplikasi jaraknya gak jauh. Cukup 4 menit dengan naik motor. Dan 12 menit jalan kaki. Gue memilih naik motor.
Dengan bantuannya gue diarahkan lewat jalan-jalan yang gak umum. Masuk keluar gang. Gang yang cuma bisa lewat 1-2 motor. Jalanan kecil konblok yang langsung berhadapan rumah warga. Kebayang kan ya? Buat gue itu cukup menyebalkan karena aksesnya yang kecil dan adanya kita di suatu perkampungan warga bikin gue ngerasa terintimidasi.
Pada akhirnya gue mesti nanya ke warga karena gue khawatir diarahin ke jalur yang lebih aneh. Setelah nanya itupun akhirnya sampai di tujuan. Lokasinya beneran di pinggir jalan yang seharusnya bisa dilewati lewat jalur yang aman dan umum.
Masih di hari yang sama. Kejadian terulang lagi. Kali ini dari arah Pasteur menuju Terminal Leuwipanjang. Jaraknya lumayan. Menghabiskan waktu sekitar 28 menit. Dan lagi-lagi rute yang dipilihkan cukup ajaib karena gue harus melewati jalan warga sampai gue harus melewati kuburan yang luas banget. Asli luaaaaas banget. Jalanannya sempit. Cuma bisa 2 motor. Setelah gue Googling baru diketahui namanya adalah TPU Sirna Raga. Keren juga yah namanya. Sirna = hilang, raga = badan/fisik. Gambarnya seperti ini. Jalanan sempit.
![]() |
Jalan yang gue lalui. Waktu itu ramai karena banyak yang nyekar. |
Kondisi ini diperparah karena di hari itu banyak orang yang nyekar karena menjelang puasa. Jadi di jalan utama yang sempit itu selain ada motor parkir, ada orang lalu lalang, juga ada pedagang. Anjrit. Sementara gue perlu buru-buru untuk ngejar waktu.
Puncaknya adalah setelah melewati pasar, gue harus belok kanan lalu kiri dan itu mengarahkan gue untuk lagi-lagi lewat gang. Jalan yang mau diambil ditutup karena lagi perbaikan jalan. Yaudahlah langsung tanya orang aja. Kebetulan ada. Abis dari situ barulah gue ketemu jalan gede dan mulai ngikutin rambu penunjuk jalan sambil sesekali liat maps supaya gak nyasar terlalu jauh. Alhamdulillah sampai di lokasi lebih awal dibandingin orang dari rental motornya.
Dari kejadian itu gue jadi mikir ini algoritma Google Maps kok aneh betul yah. Emang gimana sih prinsip kerjanya? Gue menduga bahwa jalanan itu sering dilalui oleh orang sehingga datanya ke-record sama Google dan dianggap jalur umum.
Jumlah penduduk kota Bandung kan emang banyak yah. Menurut data BPS tahun 2018, total warga kota Bandung tercatat ada 2,5 juta lebih. Pada tahun 2012 calon Walikota Bandung Pak Ridwan Kamil pernah bercerita dalam sebuah presentasinya (ada di YouTube) bahwa kondisi rumah warga di Bandung banyak yang gak sehat. Entah karena bentuknya, atau karena lokasinya. Bener juga sih. Coba deh perhatiin. Di Bandung banyak banget rumah yang untuk masuk ke dalamnya hanya ada akses super kecil dan sempit. Cuma muat satu motor. Lebih ekstrem lagi Pak Ridwan Kamil cerita ada jalan yang lebarnya hanya selebar pinggang orang dewasa.
![]() |
Ridwan Kamil |
Karena kepadatan itu dan akses jalan kecil (atau umumnya disebut gang) itulah orang banyak lewat untuk masuk dan keluar pemukiman. Apalagi di rumah-rumah warga itupun pastinya pada pegang handphone dan tersinkronisasi dengan akun Google. Bukan gak aneh kalau kemudian Google menganggap bahwa jalur kecil tadi merupakan akses umum yang bisa dilalui oleh siapapun sehingga ketika ada orang yang ingin pergi ke suatu tempat, Google akan merekomendasikan jalan tersebut sebagai sebuah jalur yang bisa dilalui.
Apakah ini sebuah masalah? Mungkin iya. Apalagi buat warga non-Bandung yang kebetulan lagi ada di situ. Pasti nyebelin buat mereka. Terlebih Bandung juga banyak jalan verboden yang merepotkan kalau kita gak tau jalan. Tapi bagi warga Bandung sendiri apalagi yang sering jalan, kayaknya biasa aja buat mereka. Ya kan karena mereka udah terbiasa lewat jalur-jalur normal karena sudah hapal.
Dari dua kejadian itu rasanya emang lebih bijak buat gue untuk gak percaya 100% sama Google Maps pas lagi di Bandung. Masih ada papan petunjuk jalan dan yang juga ampuh yaitu GPS. Alias Gunakan Penduduk Setempat untuk menanyakan alamat yang kita tuju.
Tangerang, 14 April 2021
04:30 - 05:09
Update :
Atau aktifkan rutenya pilih kendaraan mobil. Tapi hindari jalan tol.
Thx to Dennis.