Sebuah provinsi yang mendapatkan gelar Daerah Istimewa di
Indonesia memang memiliki ragam pesona yang menyenangkan dengan ciri khas yang
dimilikinya. Tak jarang tempat tersebut jadi tujuan wisata yang dikunjungi oleh
wisatawan domestik maupun mancanagara. Hanya ada 2 provinsi di Indonesia yang
sampai saat ini mendapat gelar Daerah Istimewa yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi
Jogjakarta. Akhir Maret 2018 gue sama teman gue berkesempatan untuk mengunjungi
Jogja. Dalam perjalanan itu banyak banget kejadian, peristiwa, dan cerita yang
akan dikenang. Cerita backpacker ke Jogja itu akan gue share di sini. Selamat
menikmati.
INTRO
Rasanya kita sepakat bahwa Jogja jauh lebih familiar
dibanding dengan Aceh meskipun keduanya sama-sama mendapat gelar Daerah
Istimewa. Letak geografis yang tidak terlalu jauh dan mudah dijangkau dengan
hampir segala moda transportansi ini menjadi point lebih dibanding Aceh. Selain
itu, dokumentasi berupa literasi maupun video perjalanan banyak yang
mengeksplore Jogja sehingga membuat minat masyarakat untuk mengunjungi Jogja
jauh lebih tinggi dibanding Aceh. Kunjungan gue ke Jogja terjadi pada 25-28
Maret 2018. Saat itu gue pergi berdua bareng Ahmad Muslikhun yang juga
sama-sama dari Tangerang. And here’s the stories….
Niat ke Jogja sebetulnya sudah sempat terwujud pada tahun
2015. Saat itu gue dan Ahmad pergi ke Bandung kemudian berniat lanjut ke Jogja
seorang diri. Namun kepergian saat itu urung terjadi karena orangtua gak ngasih
gue izin buat solo travelling di sana.Yaudah akhirnya gue gak jadi ke Jogja
meskipun tiket sudah dibeli.
Akhirnya di tahun 2018 ini barulah kesempatan buat backpacker ke
Jogja terwujud. Dengan mengendarai kereta ekonomi Bengawan jurusan Pasar Senen
– Purwosari dan turun di Stasiun Lempuyangan, gue dan Ahmad anteng selama
perjalanan. Kami sengaja naik kereta ekonomi biar lebih hemat. Harga tiket saat
itu sekitar Rp.74.000 untuk sekali keberangkatan. Kami langsung beli tiket PP
dan bergegas untuk melakukan pembayaran via transfer Bank Mandiri.
HARI 1
Kami sengaja memilih berangkat jam 11.20 agar bisa agak
santai saat melakukan perjalanan dari Tangerang. Sepakat bertemu di Stasiun
Tangerang jam 8 tapi ternyata gagal terwujud karena di pagi itu sedang ada
acara gerak jalan dari lapisan masyarakat sehingga menimbulkan macet. Ahmad
yang sudah ada di Stasiun Tangerang gue minta untuk naik duluan dan ketemu di
kereta karena angkot yang gue tumpangi mengambil alternatif untuk menurunkan
penumpang di Stasiun Tanah Tinggi. Tak lama menunggu di peron, akhirnya gue dan
Ahmad ketemu di dalam kereta.
Ternyata untuk turun di Stasiun Pasar Senen kita harus turun
di Stasiun Gondangdia terlebih dahulu. Kereta ke arah Jatinegara gak berhenti
tepat di Pasar Senen. Jadi kita mesti turun di stasiun berikutnya kemudian
nyambung kea rah Bogor. Dari situ kereta berhenti di Pasar Senen. Bagi gue,
Stasiun Pasar Senen ini punya kenangan yang cukup berarti.
Setibanya di Stasiun Pasar Senen kami langsung cari loket
untuk pencetakan boarding pass. Gue gak ngalamin kesulitan apapun karena memang
mudah dan mesin pencetaknya ada banyak. Yang gue cetak cuma boarding pass
keberangkatan.Sedangkan untuk pulangnya sengaja baru akan dicetak kemudian pada
saat pulang
Sadar akan waktu tempuh yang cukup menyita waktu dan
tenaga,kami memutuskan untuk membeli beberapa makanan untuk di perjalanan. Lawson
menjadi pilihan setelah melihat stiker promo tentang satu paket makanan
seharga Rp. 10.000 – Rp. 15.000. Cukup murah dan lumayan buat ngilangin lapar
di kereta nanti. Selain paket nasi itu gue juga beli obat anti masuk angin
sebagai antisipasi dan air mineral yang cukup banyak biar gak haus di
perjalanan. Jam 10.30 kami memutuskan untuk masuk kembali ke dalam Stasiun.
***
Ketika kami datang gak lama kemudian kereta yang mau kami
tumpangi tiba.Tapi karena di body kereta tertera tulisan Purwosari kami gak
ngeh kalau itu ternyata kereta yang harus kami naiki. Kami so cool aja duduk di
kursi Stasiun sambil sedikit foto-foto tanpa sadar bahwa kereta yang ada di
depan kami itu adalah kereta yang harus kami tumpangi segera. Kenapa? Karena
kabin pada kereta itu milik bersama. Khawatir kalau kami gak kebagian buat
naruh bawaan kami di kabin karena keduluan sama penumpang lain. Ketika keraguan
mulai muncul akhirnya Ahmad menanyakan kepada petugas yang ada di sana dan
ternyata betul itulah kereta yang kami tumpangi. Kami berbegas untuk ke dalam
kursi kami tapi…..
…
…
… kursi kami diduduki oleh orang lain.
Belum ilang rasa kaget gue,si mas yang duduk di situ
langsung bilang ke gue buat ngajakin tukeran kursi. Kursi gue kan di gerbong 2
no 1A dan 1B dituker jadi gerbong 1 no 23A dan 23B. Gue Tanya Ahmad dan sepakat
buat ajakan itu mengingat kursi kami ada anak kecil (keluarga si mas) dan dia
bawa barang banyak banget. Yaudah tuh gue dipandu sama si mas buat ke gerbong
yang akan kami naiki.Setibanya di sana ternyata ada Ibu-Ibu (entah mertua si
mas atau orangtuanya) yang nunggu. Jadinya mereka bias sebangku deh tuh. Gue
sih gak masalah karena di kursi ini jadi lebih lega tempat duduknya dan deket
ke WC. Lebih dari itu, gue masih tetep dapet windows seat. Gue pikir ini sebuah
solusi yang win-win solution. Si Mas juga gak lupa buat bilang terima kasih
sama kami.
***
Selama perjalanan 9 jam itu aktivitas yang kami lakukan
sebatas mendengarkan musik, menonton anime, tidur, dan menikmati pemandangan
yang tersaji. Kursi kereta ekonomi yang berhadap-hadapan dengan penumpang lain membuat
suasana sedikit agak canggung karena gak saling kenal.
Gue teringat lagu Padi yang judulnya Perjalanan Ini.
“Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela
Dari tempatku bersandar seiring lantun kereta
Membawaku melintasi tempat-tempat yang indah
Membawa isi hatiku penuh riuh dan bermakna”
Oh iya, kita gak perlu khawatir kalau lapar di dalam kereta
karena nanti ada crew kereta yang bolak-balik nawarin makanan dan minuman.
Karena gue dan Ahmad udah punya bekal sedari Lawson di Pasar Senen, kami gak
beli apapun sampai akhirnya setelah Maghrib wangi Pop Mie yang melintas membuat
kami membelinya. Harganya cukup bersahabat. Cuma Rp. 10.000. Makan Pop Mie di
kereta lumayan bikin kami gak perlu makan malam lagi sesampainya di home stay
nanti.
Sampai di Jogja
Sekitar jam 20.30, kereta tiba di Stasiun Lempuyangan.
Banyak banget yang turun di Stasiun ini. Kalau dilihat dari outfits dan
bawaannya,gue bisa simpulin bahwa banyak yang ke sini buat liburan juga. Ada
yang naik gunung juga. Macem-macem lah
Untuk mencapai ke home stay kami memilih menggunakan jasa
Grab karena tempat penyewaan motor di depan Stasiun Lempuyangan masih agak
tinggi. Rata-rata harganya Rp. 70.000. Padahal masih ada tempat penyewaan motor
lain yang ngasih harga Rp. 50.000/hari. Seperti yang gue dapet hari itu juga
Biaya Grab ke home stay ngabisin tarif Rp. 12.000. Tapi kita
jangan naik dari depan Stasiun. Kita mesti keluar dulu dari situ. Kalau dari pintu
keluar, belok ke kanan sampai ketemu pertigaan. Tunggu di situ aja
Sepanjang perjalanan ke home stay itu gue ngelewatin Jalan
Sayidan. Nama jalan ini familiar banget sama gue soalnya ada lagu Shaggy Dog
yang nyeritain tentang Jalan Sayidan itu. Terus gue juga ngelewatin pusat gudeg
gitu. Gue gak inget sih nama-nama jalannya. Tapi pas ngelewatin lampu merah
yang ada bentengnya itu cukup bisa gue inget. Dan di banyak sudut kota ada banyak
gambar-gambar dari seniman Jogja. Gue inget kalau di salah satu sudut kota
Jogja ada gambar Ibu Susi. Tapi gue gak tau di mana dan gak tau nama daerahnya.
Gue gak sempet liat graffiti itu
Home Stay
Home stay yang gue dapet terletak di Jl Gedongkiwo. Deket
banget dari perempatan Jl Bantul. Namanya Deep Purple Home Stay. Gue dapet
rekomendasi nginep di sini dari situs yogyes.com. Alasan utama nginep di sini
karena harganya yang murah. Semalam cuma Rp. 50.000 dengan fasilitas wifi, TV,
dan AC. Lumayan murah kan. Apalagi gue nginep berdua jadinya seorang kena
Rp.25.000 untuk satu malam. Kelebihan lainnya home stay ini adalah banyaknya
kamera CCTV yang kita bisa lihat juga di layar yang ada di rumah itu. Dan
halamannya luas. Homey banget lah. Kalau yang mau backpacker hemat ke Jogja gue
bisa saranin buat nginep di sini
Bertemu JRX
Secara kebetulan di Jogja akan ada penampilan akustik dari
JRX, drummer band Superman Is Dead. Gue yang emang ngefans dia langsung aja
cabut naek Grab buat ke venue di Oxen Free Bar yang lokasinya deket banget dari
Jalan Malioboro.
Untuk masuk ke dalam area venue gue kena charge sebesar
Rp.35.000 yang tiketnya bisa dituker sama minuman. Pilihannya bir atau soft
drink. Gue kan gak minum yah, jadinya gue pilih soft drink. Merk-nya Fayrouz
Penampilan JRX malam itu diwarnai banyak canda tawa, alkohol,
asap rokok, dan nada-nada fals. Gue harus bilang kalau untuk seorang solo
performer ternyata JRX itu gak bagus-bagus amat. Pas gitarnya fals gak dia setem,
missed chord, missed tempo dan senar putus menjadi bumbu di malam itu. Mungkin
memang bukan buat cari kesempurnaan yah. Lebih ke buat bersenang-senang. Gue
juga seneng karena lagu yang dibawain banyak banget dan secara jarak gue bisa
berada dalam jarak yang dekat. Cuma satu yang agak gue sayangkan yaitu gak
sempet foto bareng. Ada satu momen pas penonton ngambil alih panggung dan JRX
nonton di samping. Pas gue mau foto bareng sama dia,eh dia nepis gitu. Emang
waktunya gak tepat sih karena JRX mau naik panggung lagi. Tapi tetep aja
nyesek. Huhuhu.. Secara gue ngefans Superman Is Dead sejak 2003. Jam 12 malem
gue balik ke home stay naik Grab dengan perasaan yang sedikit patah.
HARI 2
Berkat OLX, gue menemukan jasa sewa motor yang lebih murah.
Seharga Rp 50.000 / hari dan dia bersedia untuk antar-jemput. Saat itu gue kena
charge sebesar Rp 20.000. Motor yang gue sewa adalah motor Honda Beat tahun
2017. Masih mulus. Lengkap dengan kunci ganda dan dua buah jas hujan. Prosesnya
juga cepet. Recommended banget
Jasa sewa motor itu nyamperin ke home stay sekitar jam
07.30. Kami langsung checkout dan pamit dari home stay. Tapi karena gue gak
berhasil ketemu Miss Entah Siapa Namanya, akhirnya kami pergi dengan meletakkan
kunci kamar dan secarik kertas berisi pesan dan ucapan terima kasih. Dengan
menggunakan penutup hidung, ransel, dan kacamata kami bergegas meninggalkan home
stay untuk eksplorasi. Destinasi pertama adalah daerah Mangunan.
Mangunan
Untuk mencapai Mangunan gak dibutuhkan kesulitan karena
marka jalan dan petunjuk arah amat banyak dijumpai di setiap jalan. Yang agak
sulit mungkin keberadaan SPBU resmi. Untuk mengantisipasi kekurangan bensin
saat eksplorasi itu kami memutuskan mengisi di SPBU yang ada kami lewati.
Perjalanan dilanjutkan dan kami sampai ke tempat wisata
pertama yaitu Kebun Buah Mangunan. Sebenarnya gue udah bikin itinerary
perjalanan namun ketinggalan di Tangerang. Gue lupa apakah Kebun Buah ini emang
masuk dalam list atau enggak. Berhubung udah sampai sana yaudah kami coba
nikmati aja.
Tempat wisata ini sebetulnya gak istimewa-istimewa banget.
Biaya masuk Rp.5.000 dan di atas kita akan disuguhi dengan pemandangan alam
perbukitan berwarna hijau dan ada sungai berwarna kecoklatan di bawahnya. Di
tempat ini terdapat juga spot-spot untuk berfoto dengan view pemandangan yang
gue maksud.
Spot pertama yang kami nikmati adalah semacam alas yang
berada di pohon dan alas itu terdiri dari 2 lantai. Cukup lama gue di situ.
Untuk menikmati dan menemani Ahmad yang lagi belajar shooting. Tadinya cukup
bikin bete karena gak ada yang motoin. Tapi rasa bete gue jadi sedikit
berkurang karena gue bawa guitalele. Buat ngusir rasa bete itu gue coba cari
inspirasi buat bikin lagu. Dan dapet. Tinggal diselesaiin aja.
Puas di satu spot, kami pindah ke arah bawah. Dari situlah
pemandangan bukit hijau dengan sungai kecoklatan tersaji. Tekstur bebatuan juga bikin
pemandangan jadi gak terlalu monoton. Ada banyak pondokan buat yang mau neduh
atau mau nikmatin makanan yang dibawa atau mau beli di situ. Warung yang ada di
situ gak ngejual dengan harga tinggi. Dengan uang Rp. 15.000 kita udah bisa
nikmatin menu makanan dan minuman. Cukup murah
Saat kami nikmatin makan di salah satu warung yang ada di
situ, ada wisatawan yang bertanya kepada kami tentang asal kami. Ternyata
mereka juga dari Tangerang. Sempet ngajak bareng tapi kami udah punya agenda
sendiri. Paling nanti ketemu lagi di tempat wisata lain, pikir gue
Watu Mabur
Mungkin gue lagi sial yah pas ke sini.
Watu Mabur lagi renovasi. Banyak banget tempat yang emang rusak. Dan beberapa pekerja
setempat lagi bikin sesuatu yang kayaknya sih itu bakal jadi landmark gitu.
Buat spot foto. Tapi spot foto lainnya masih bisa dipake. Ada sekitar 5 spot
yang bisa dipake.
Di sini gue cuma diminta buat bayar parkir yang mana si
Bapak penjaganya juga yang lagi kerja di situ. Oh iya, karena di sana lagi
renovasi jadinya kami emang gak dimintain bayaran. Gak ada tiket. Gak ada
loket. Gak ada yang jaga. Bener-bener bukan dalam kondisi terbaik. Eh tapi ke
sana juga gak bisa ngapa-ngapain sih. Cuma foto-foto doang. View-nya mah gak
beda jauh sama dari Kebun Buah Mangunan. Satu-satunya alasan terbaik buat ke
sini sih buat liat sunrise. Sesuatu yang gue gak dapet waktu itu
Watu Layang
Masih di sekitar Mangunan. Kali ini kami mencoba untuk
mengunjungi tempat yang namanya Watu Layang. Pas mau masuk kami sempet ragu dan
bertanya-tanya sama Bapa’e penjaga yang udah siap-siap ngerobek tiket buat
kami.
Gue nanya apakah di sana bayar parkir lagi dan ternyata
enggak. Masuknya juga murah. Cuma Rp.3.000 buat dua orang. Mungkin yang diitung
motor doang kali yah. Jadinya gue sepakat buat masuk dan ngaso karena udah mau
adzan Dzuhur
Apa yang gue dapat di sana ternyata emang gak istimewa
banget. Ada beberapa tempat yang kurang lebih sama dengan apa yang gue liat di
beberapa tempat sebelumnya yaitu spot foto. Gue gak eksplor terlalu banyak dan
memilih untuk ngaso di tempat buat foto dengan view yang juga kurang lebih
mirip dengan dua tempat sebelumnya. Bedanya kali ini gue ngerasa lebih rileks.
Terbukti dengan cara gue dan Ahmad ngabisin waktu di situ. Kami lebih banyak
duduk dan cerita-cerita sambil nge-review apa yang udah dilalui sambil mikir
mau ke mana lagi setelah ini.
Oh iya di tempat ini juga gue liat ada Bapak-bapak setempat
yang lagi mempercantik objek wisata itu. Bapak itu lagi masang semacam geladak
dari potongan papan. Belum selesai dan masih butuh waktu lama. Gue menikmati
pemandangan ini dari atas.
Sukorame
Objek wisata berikutnya yang kami kunjungi adalah Sukorame
yang letaknya gak terlalu jauh dari lokasi sebelumnya. Alasan kami mengunjungi
tempat ini adalah view yang agak berbeda dengan beberapa tempat sebelumnya yang
kami kunjungi.
Hamparan luas hijaunya sawah dan kita bisa berjalan pada
jalanan yang terbuat dari bambu itu membuat suasana terasa lebih segar dan
memanjakan mata. Untuk masuk ke dalam situ kita hanya perlu membayar uang
sebesar Rp 2.000 di loket dan jumlah yang sama untuk parkir motor. Di situ kita
bisa bebas mau berlama-lama di area itu. Tempat ini asik buat foto prewed btw.
Dan mungkin buat aktivitas yang dilakukan Tejo terhadap Surti seperti yang
diceritakan oleh group musik Jamrud.
Menuju Wediombo
Daerah pantai memang masuk ke dalam list kami. Dalam list
itu kami harus mengunjungi pantai dan menunggu sunset. Dari sekian banyak
pantai yang ada di Jogja, pilihan kami adalah Pantai Wediombo atau juga Pulau
Jungwook
Kedua pantai ini memang terletak sangat jauh dari tempat
kami berada sebelumnya yaitu di Mangunan. Sekitar 58 km. Kalau kita lihat ke
peta, daerah pantai terdekat sebetulnya bisa kita tempuh dalam waktu yang
relatif lebih singkat jika kita memilih Pantai Parang Tritis sebagai pantai
yang ingin kita kunjungi. Asli jauh banget. Silakan googling sendiri dan lihat berapa
jarak tempuh dari Mangunan ke Wediombo. Dan sialnya kami harus menempuh jalur
pulang yang juga jauh. Menuju Jogja. Sekitar 75 km. Penderitaan itu mesti
ditanggung sendiri oleh gue dalam hal membawa motor karena Ahmad gak bisa bawa
motor. Sempurna.
Pantai Wediombo
Untuk masuk ke wilayah ini kita perlu membayar Rp4.500
per-orang. Bayar lainnya adalah di area parkir sebesar Rp2.000 untuk satu motor
sampai jam 6 sore. Biaya sebesar Rp5.000 dikenakan untuk satu motor bagi
wisatawan yang ingin menginap di sini. Di Wediombo ada satu penginapan yang
agak serius. Buat yang backpackeran sih bisa tidur di warung-warung yang ada di
sana atau camping. Sempet terpikir buat camping di sana mengingat perjalanan
yang amat panjang. Lagian gue ngerasa khawatir kalau gak istirahat nanti bakal
nge-drop buat besok dan lusanya. Mangunan-Wediombo aja udah jauh banget apalagi
rute balik Wediombo-Jogja
Suara debur ombak yang terdengar dari jalanan udah bikin gue
jadi antusias. Apalagi pas samar-samar garis laut itu mulai keliatan. Wah udah
gak sabar banget. Begitupun pas gue lihat langsung. Senyum mulai mengembang dan
berkali-kali gue nanya ke Ahmad apakah ini memang sepadan dengan apa yang udah
kita tempuh. Menurutnya semua itu sepadan.Gue sendiri masih bingung mau ngasih
jawaban yang mana. Udah terlalu capek dan gue gak punya pantai lain buat
dijadiin bahan perbandingan. Gue lebih memilih buat cari tempat buat naruh
semua barang yang kami bawa dan mulai bermain-main. Bermain dengan pasir.
Dengan air. Dengan buih. Dan dengan sepotong senja yang sangat ingin kukirimkan
untuk pacarku.
Pulang ke Jogja
Puas menikmati suasana di Pantai Wediombo,kami memilih untuk
kembali ke Jogja meskipun awalnya sepakat untuk langsung ke Magelang buat nyari
sunrise di Borobudur. Sebuah keputusan yang konyol karena itu jauhnya
naudzubillah. Pulang ke Jogja adalah sebuah keputusan yang paling waras.
Tapi sewarasnya perjalanan pulang itupun gak begitu waras
karena jalanan yang kami tempuh betul-betul gelap karena minimnya penerangan
yang ada. Sebelah kanan dan kiri kita dihiasi dengan tanaman-tanaman dan semak
belukar serta hutan yang bisa aja bikin suasana menjadi mencekam. Takut terjadi
apa-apa. Gak lucu kan kalau tiba-tiba kita lihat Mbak K atau Mr. P (bukan Penis yah guys) yang iseng
gangguin kami. Idih…Amit-amit deh.
Makanya kami seneng banget kalau ada kendaraan di depan
kami. Seengaknya dari situ bisa kelihatan kalau ternyata ada orang lain selain
kami. Lo bisa bayangin gak sih kalau tiba-tiba hal yang buruk terjadi? Bisa aja
kan tiba-tiba ban bocor atau mesin motor kenapa-napa. Gila sih. Gak kebayang
aja karena di sana memang sepi. Saran
gue kalau mau naek motor mesti well prepare deh.
Bukit Bintang
Setelah lewat area pegunungan kami sedikit lega karena udah
ketemu jalan raya yang cukup besar dengan arus kendaraan yang juga ramai. Satu
tempat yang gak sengaja kelewat adalah daerah Bukit Bintang
Tadinya kami cuma mau ngeliat aja dari jembatan pinggir
jalan yang banyak orang-orang kumpul di situ. Tapi kata mas parkir kami diminta
buat pindah ke area parkir yang udah disediain. Dari situ kita bebas buat ke
mana aja. Pilihan jatuh ke kedai tongkrongan yang ada di deket situ.
View dari kedai itu emang ajib. Kita disuguhin sama
pemandangan kota dengan banyak cahaya lampu. Cukup romantis. Gue gak heran pas
gue ke sana ada beberapa pasangan yang emang lagi makan malam sambil menikmati
pemandangan yang ajib.
Dari tempat itu juga gue baru sadar kalau di sekeliling
tempat kami makan itu ada banyak kedai dan bahkan resto yang setype. Ada
rooftop dengan pemandangan alam dan jalanan kota yang dilengkapi cahaya. Mungkin makanannya aja yang beda. Gue
sama Ahmad cuma pesen teh tawar dan roti bakar. Jujur, menunya biasa aja
Home Stay
Kami dapat home stay bernama Selo yang berada di
Sosrowijayan. Gak gitu jauh dari home stay pertama. Untuk proses booking
dilakukan oleh Ahmad sambil membantu menavigasi arah di sepanjang perjalanan.
Harga untuk satu kamar sebesar Rp80.000. Gue langsung iyain aja karena emang
udah pengen banget istirahat.
Sesampainya di sana, apa yang kami dapat memang gak
memuaskan. Cahaya yang kurang terang dan kondisi home stay seperti yang kurang
perawatan. Memang sih room lebih besar. Tapi itu bukan jaminan buat sebuah
kenyamanan. Gue sih gak ngerekomendasiin di sini. Si Ahmad aja sampe bilang
kalau home stay Deep Purple jauh lebih nyaman dibanding di sini. Satu-satunya
yang agak lumayan adalah adanya karambol (yang udah gak licin) buat ngisi waktu
luang pas hujan turun dari tengah malam sampai jam 8 pagi.
HARI 3
Kantor Pos dan Deep Purple
Kami pamit dan hendak pergi ke Candi Borobudur di hari ini. Tapi
sebelum menuju ke sana ada satu tempat pertama yang harus dikunjungi. Tempat
itu gak lain adalah Deep Purple home stay.
Gue juga sempet mampir ke Kantor Pos yang ada di deket home
stay Selo. Kunjungan gue itu buat beli perangko yang harganya di atas Rp3000. Perangko
ini gue beli buat kirim-kirim postcard ke luar negeri lewat postcrossing.com. Mereka jual
perangko harga Rp10.000 dan langsung gue beli 5 buah plus perangko Rp3000
sebanyak 5 buah. Buat stok ngirim surat atau postcard. Gue beli karena
motifnya beda dengan yang gue punya di rumah.
Kembali ke Deep Purple sebetulnya bikin gue malu karena
sebelumnya gue udah bikin kertas perpisahan gitu. Sebelum ke sana gue udah SMS
Miss Entah Siapa Namanya tapi gak dibales. Akhirnya nekad aja ke sana dengan
harapan ada kamar kosong.
Sampai di sana gue langsung pencet bel dan interphone gitu.
Dia sempet nanya ‘ini siapa’ pas gue bilang kalau gue udah SMS pagi harinya.
Terus gue bilang dong gue siapa (Power Rangers). Eh si Miss bilang “Oalah….
Semalem mimpi dimana?” Abis itu gue nunggu si Miss dan dapet kamar no 4 yang
berada di dalem. Kamar kali ini agak lebih sempit karena ada sekat tapi juga
jadi lebih luas karena ada lebih banyak ruang yang bisa dipake. Gue dan Ahmad
langsung taro tas dan ambil apa-apa aja yang bakal dibawa buat eksplorasi
Kalibiru
Perjalanan ke
Kalibiru agak-agak ekstrem karena medannya yang bebelok dan menanjak. Dan agak
masuk-masuk kampung orang gitu. Satu tempat yang paling asik buat gue justru
sebelum ke Kalibiru. Gue liat hamparan sawah hijau membentang. Dan sawahnya
jauh lebih tumbuh dibanding sewaktu di Sukorame. Kami sempet ambil gambar dan
video di sini sebelum lanjut perjalanan ke Kalibiru.
Sampai di Kalibiru gue mesti bayar parkir Rp 3.000 dan biaya
masuk ke dalam Kalibiru sebesar Rp 5.000. Di dalam sana banyak spot foto yang
udah dibikin sama warga setempat. Ada spot oval, bunga, love, dll dengan
background yang kurang lebih sama.
Pas nyampe sini sih gue kurang interest karena yang
ditawarin sama mereka cuma spot-spot foto itu. Bukan cuma monoton tapi kita
juga mesti keluar biaya lagi buat foto di spot-spot itu. Rata-rata ditarif
Rp10.000 dan kita hanya dikasih waktu 3 menit. Kalau pakai jasa fotografer yang
ada di situ maka akan ada biaya lagi dan nanti kita dikasih hardcopy atau
softcopy-nya. Lupa gue.
Jadi pas di Kalibiru gue cuma keliling buat eksplor dan
nyari apa uniknya tempat ini selain tempat buat foto. Yang menarik adalah view
yang agak berbeda dengan yang kami lewati di hari sebelumnya
Dalam satu kali pandangan kita bisa lihat hamparan hijau
pepohonan yang berada di bawah kita dan dilengkkapi dengan danau yang gue gak
tau namanya. Di ujungnya kita bisa lihat garis pantai dan laut. Duh..! Eksotis
banget. Ada musik lagu jazz/bossa dalam bahasa Jawa yang diputer di sana. Bikin
gue bersyukur atas semua yang gue alami dalam hidup selama ini.
Nyasar
Navigasi pada Google Maps agak ngaco. ALih-alih mau
nganterin kami ke jalan menuju Magelang, kami malah dibikin nyasar dengan masuk
ke hutan dengan jalan kecil dan minim penghuni di sepanjang jalan. Celakanya
adalah rute yang harus kami lalui saat itu terpotong oleh para petani yang
sedang memanen padi dan memakai jalan yang akan kami lalui. Betul-betul gak
bisa dilalui. Dan membuat kami mesti balik lagi buat kembali ke jalan yang
benar.
Kami berhasil keluar setelah sempet bingung dan sedikit
panik karena takut kehabisan waktu buat ke Magelang dan cerita horror tentang
dibikin tersesat oleh jin terus kebayang. Sampai akhirnya ketemu warga yang
kebetulan lagi ada di luar dan kami berhasil ke jalan raya setelah bertanya padanya. Di situ kami
ngerasa sedikit lega.
Kesimpulan gue adalah; mending manfaatin GPS alias Gunakan
Penduduk Setempat
Candi Borobudur
Menempuh perjalanan yang cukup panjang nan melelahkan, kami
sampai juga di Magelang. Motor kami
parkir di pertigaan ke arah Candi. Bayar Rp 5.000 dan dijagain sama banyak orang.
Gue yakin area parkir kayak gini banyak terdapat di sekitar kawasan Candi. Tapi
gue jadi penasaran kira-kira area parkir resminya di mana yah?
Untuk masuk ke Candi Borobudur gue mesti keluar duit
Rp 40.000.Tarif yang berlaku untuk orang dewasa wisatawan domestik. Tapi karena
lagi ada diskon (gue lupa diskon apa) jadinya gue cuma perlu bayar Rp 32.000. Lumayan
bisa hemat Rp 8.000.
Satu hal yang gue gak suka adalah tiketnya yang cuma struk
thermal berisi barcode yang nantinya di-scan sama petugas di sana. Gak
memorable njir….!!! Gue gak ngerti kenapa pemerintah setempat, pengelola, atau
bahkan dinas pariwisata gak berpikir untuk bikin tiket yang memorable. Why??
Nyadar gak kita tuh sering liat di medsos orang-orang
nge-posting foto tiket XXI? Atau foto tiket konser? Atau foto apapun yang bikin
mereka merasa cukup bangga untuk nge-share di medsos mereka. Dan tiket-tiket
yang gue sebutin tadi bakal memorable dan bisa kita simpen buat
kenang-kenangan. Ini enggak lho. Di kawasan wisata bersejarah terkenal dan
diakui oleh UNESCO ini malah cuma dikasih struk bukti pembayaran. Gak ada
bedanya sama tiket parkir di mall-mall.
Mahakarya
Legenda yang kita denger tentang proses pembuatan Candi
Borobodur emang bikin kita bakal takjub. Gimana mungkin di era itu bangunan
kayak gini bisa jadi. Sama kayak Piramida di Mesir. Untuk beberapa saat gue
terdiam. Berpikir.
Relief di seputar candi amat menarik buat dilihat. Gue gak
tau perlu waktu berapa lama buat ngeliatin semua relief itu. Karena memang
banyak dan tersebar di hampir semua tingkat. Mungkin perlu waktu seharian kali
yah buat ngeliatin semua relief itu
Gue beruntung ke sana pas weekday sehingga gak banyak orang
yang berkunjung. Jadinya kalau mau foto-foto bisa lebih bersih karena gak ada
distorsi orang-orang. Ada beberapa pengunjung asing yang dipandu sama
guidemereka. Masyarakat kita sama bule tuh sangat apresiatif banget yah. Karena
beberapa kali gue liat ada Ibu-ibu yang minta foto bareng sama bule. Gak ngerti
sih buat apaan. Yang difotoin mah seneng-seneng aja. Dan gue denger ada Ibu-ibu
yang bilang kalo si bule itu ganteng. Pas diterjemahin sama si guide,si bule
itu ketawa sambil bilang thank you.
Tapi bener sih. Pemandangan dari atas itu cukup bikin plong
dengan adanya gunung yang bisa kita liat di kejauhan. Gitar gue disita sama
petugas di sana. Padahal dengan kondisi itu bakal asik banget buat bikin lagu.
Cindera Mata
Keluar dari Museum Borobudur yang ada di deket pintu keluar,
ada banyak pedagang yang ngejual banyak banget pernak-pernik seputar Borobudur.
Ada kaos, gantungan kunci, asbak, dll, Gue sama Ahmad udah kayak seleb aja.
Diserbu sama para pedagang itu. Gue kena dong.
Awalnya gue pikir harga Rp100.000 untuk 5 buah kaos kan
murah banget yah. Gue tawar jadi 6 gitu. Eh ibunya mau lho. Yaudah gue pilih
dong yah. Tanpa gue ketahui kalau beberapa langkah dari pintu keluar itu ada
banyak yang jual kaos buat oleh-oleh dengan harga yang sama tapi dapet 7 kaos. Kan
sial yah. Harusnya dapet 7 eh malah dapet 6
Kembali Nyasar
Perjalanan pulang dari Borobudur ke Jogja sempat diwarnai
dengan kejadian yang sama dengan ketika berangkat. Nyasar. Dinyasarin sama
Google Maps. Antisipasi kali ini lebih sigap. Sebelum lebih jauh nyasar gue
udah inisiatif nanya ke warga setempat. Dan cara itu masih lebih efektif.
Malam di Jogja
Karena sudah bertekad untuk sampai di home stay pas
Maghrib/Isya, maka perjalanan agak dikebut. Maksudnya biar bisa nikmatin
suasana malam di Jogja dan bisa istirahat agak lamaan. Keinginan itu tercapai
karena kami sampai di home stay pas Maghrib
Lapar. Ingin makan yang agak nampol. Karena selama ini kami
makan sebatas yang murah meriah. Makan di tempat wisata yang gak lebih dari
Rp 15.000. Waktu ke Kalibiru aja cuma makan sop ayam yang seharga Rp 8.000. Kali
ini mau coba makan yang agak nampol nih. Maka keluarlah kami buat cari makan.
Nemu pecel ayam yang kayaknya enak. Enak buat makan, enak makanannya dan enak buat
parkir motor. Makannya lesehan gitu dan posisinya gak jauh dari home stay.
Kenyang makan, kami balik ke home stay. Berhubung ada yang
harus gue kerjain, maka gue perlu banget laptop/PC buat ngetik. Berangkatlah
gue ke warnet yang ada di deket home stay. Walaupun dibilang deket tapi tetep
aja mesti keluar motor. Berkat arahan dari Miss, gue bisa ke warnet terdekat
dengan fasilitas yang yahud berupa tersedianya banyak file film. Dari seri anime
sampai film terbaru yang mereka dapatkan. Bahkan di tiap room ada list
film-film ter-update yang udah mereka dapetin. Tau gitu gue bawa HDD external
deh yah. Pengen copy seri One Piece dan film-film lainnya.
Malioboro Malam Hari
Gue dan Ahmad kembali mengitari daerah kota Jogja di malam
hari. Kami ngelewatin Keraton, Alun-Alun, dan Jalan Malioboro. Rame banget di
Malioboro. Gue bahkan pengen banget buat menyusuri jalan itu. Dari ujung ke
ujung. Keinginan yang akhirnya baru bisa terwujud setelah gue nganter si Ahmad
balik ke home stay dan gue naek Grab ke Malioboro
Dengan menaiki Grab gue turun di Jalan Malioboro dan mulai
untuk menyusuri jalan ini. Gue jalan sendiri. Ngeliat apa-apa yang bisa diliat.
Ngeliatin orang-orang, seniman, pedagang, dan orang-orang yang lalu lalang di
sana
Gue pernah baca di salah satu thread di Kaskus kalau makanan
yang dijual sama pedagang di Malioboro itu agak mahal dan gak disarankan makan
di tempat yang gak ada harganya. Maksudnya biar gak kaget sih. Karena ada
kekhawatiran harga yang dipatok maen nembak aja.
Mungkin hal itu ada benarnya karena banyak tempat makan
pinggir jalan yang memasang banner dengan menu dan harga yang bisa kita lihat
dari jauh. Harganya masih masuk akal kok. Tapi gue gak tertarik buat makan di
situ. Apalagi kalau sendirian. Duh
Rasa sendiri itu gue coba usir dengan berjalan lebih jauh.
Melewati benteng dan pasar sampai tiba di ujung jalan. Ada seniman yang lagi
menghibur. Gue lupa namanya apa. Ada di buku catetan gue. Bakal gue update
segera. Nah seniman ini maenin musik pake kayak instrumen dari bambu gitu. Gue
gak tau namanya. Tapi gue yakin lo pernah liat. Seniman ini berkelompok dan ada
penarik perhatian berupa seorang penari yang gak sungkan buat ngajak orang-orang
buat ikutan bersenang-senang. Untuk yang mau mengapresiasi penampilan mereka,
kita bisa kasih uang atau apapun ke deposit box yang disediain sama mereka.
Gak cuma kesenian daerah. Di Nol Kilometer (0 km) alias di
ujung jalan Malioboro ada sekelompok seniman yang maenin lagu-lagu pop lengkap
dengan gitar, bass, cajon, dan mic. Gue tertarik dengan cara mereka buat bikin
sound kayak gitu. Karena kepo gue nyoba buat lebih dekat ke mereka. Ngeliatin
alat apa aja yang dibutuhin dan gimana urusan dayanya. Gue mikir kalau cara
kayak gini siapa tau bisa diaplikasikan buat acara Cielers suatu saat kelak.
Bayangin misalnya pas Car Free Day gue sama anak-anak bikin akustikan lagu-lagu
L’Arc-en-Ciel kan kayaknya seru yah. Diliatin orang-orang juga, Biar sekalian
memeperkenalkan L’Arc-en-Ciel ke masyarakat.
Gue balik lagi ke home stay naek Grab. Ngelewatin dingin
malam dan rasa sepi. Mau nelpon seseorang eh dia lagi jalan sama orang yang
suka sama dia. Seketika lagu Dewa berjudul Kosong mengalun perlahan.
"Di dalam keramaian aku masih merasa sepi
Sendiri memikirkan kamu..."
HARI 4
Kami bangun pagi dan langsung cari makan. Nemu Sop Ayam Pak
Min Klaten. Murah. Yang penting kenyang dulu aja. Agenda kami di hari terakhir
ini adalah buat ke Taman Sari, Keraton, dan belanja oleh-oleh di Malioboro.
Taman Sari
Objek wisata Taman Sari dipilih karena dekat. Saking dekatnya kami bahkan sampai
sebelum gerbangnya dibuka. Udah ada beberapa wisatawan di sana. Ada yang
pasangan dan gerombolan. Kayaknya yang sendiri gak ada deh. Kebanyakan sih
berpasangan. Kayak gue sama Ahmad. Tunggu, agak aneh nyebut kami pasangan. Duo
lebih enak didenger. Takut salah persepsi aja.
Tiket masuk tergolong
murah. Cuma Rp 5.000 aja. Untuk yang bawa kamera akan dikenakan biaya tambahan
sebesar Rp 3.000. Sedangkan untuk parkir kena biaya Rp 3.000. Lokasi parkir berada
gak jauh dari gerbang masuk
Sesampainya di dalam gue gak langsung menuju ke kolam
pemandian. Lokasi pertama yang gue tuju adalah semacam gapura dan masih kosong.
Gak ada siapa-siapa di sana. Orang-orang langsung menuju ke kolam. Dari tempat
gue berdiri gue bisa liat sekeliling area Taman Sari dan orang-orang yang
hendak ke pemandian. Karena penasaran, gue ke sana deh.
Gue sih gak begitu tertarik yah dengan lokasi itu. Gak
ngerti kenapa. Gue lebih tertarik sama semacam guide yang lagi bercerita
tentang masa lalu tempat ini. Belajar sejarah dikit.
Sampai akhirnya gue keluar dari pintu samping karena kita
gak bisa kembali ke tempat sebelumnya. Jadi kalau lo udah lewatin lokasi B dan
ingin kembali ke lokasi A, lo gak bisa nyusurin jalan yang tadi alias
verboden. Kita mesti keluar dan masuk lagi dari depan. Tapi tenang aja. Di situ
gak dikenakan lagi biaya tambahan
Sebenernya ada satu lagi tempat wisata yang terpisah dari
lokasi yang gue kunjungi. Gue gak ke situ karena yah seperti yang tadi gue
bilang. Gue gak gitu tertarik. Mau foto-foto juga gak bisa karena Ahmad sibuk
buat nge-shoot. Gua memilih buat ngopi di parkiran motor sambil nonton anime.
Dibuat Menunggu
Nah ini yang gue agak kesel.
Gue mesti nunggu si Ahmad selama 1 jam. Kami kan janjian jam
10.00 udah harus cabut lagi buat nguber ke Keraton. Eh ternyata gak bisa karena
si Ahmad lagi asyik bercengkerama sama dua orang bule cewek yang ketemu sama
dia. Gue gak dikenalin lagi
Saking keselnya tadi mau gue tinggal tuh. Gue tinggal aja
sendirian di situ dan balik lagi satu jam kemudian. Gak bisa apa-apa dia. Orang
handphone dan kunci kamar home stay ada di gue. Tapi,,, karena gue anak sholeh
maka hal itu gak gue lakuin. Gue setia. Nungguin dia. Dihantam bosan.
FYI, rekor gue nungguin orang adalah 3 jam 18 menit. Mati
gue dihantam waktu.
*Dear my girl, see… sama temen aja aku setia apalagi sama
pasangan :p*
Malioboro
Gagal ke Keraton bikin perjalanan ke Malioboro agak dikebut.
Sebisa mungkin gue balikin mood bete gue biar bisa ngelanjutin sisa hari. Akhirnya
balik lagi sih mood. Malioboro dilalui dengan sedikit tergesa karena kami mesti
checkout dan pergi ke stasiun buat balikin motor dan nunggu kereta.
Yang gue beli di sini cuma gantungan kunci, daster buat
nyokap, dan beberapa bakpia sama brem buat ke tetangga. Buat gue sendiri sih
cuma beli kaos dashiki kalau gak salah. Apa sih namanya? Yang kayak kaos barong
gitu. Bahannya enak dan emang cocok banget buat reggae-an. Tinggal kasih ikat kepala
aja. Agak-agak hippies gitu
Tapi yah karena terburu-buru itu gue jadi gak sempet cari
oleh-oleh buat cewek gue. Awal tahun dia ke Jogja dan ngasih gue oleh-oleh
kaos. Ada sih gantungan kunci yang agak lucu gitu. Nanti gue kasih ke dia ah.
Sengaja gue keep biar gak diambil sama ponakan-ponakan gue
Puas belanja kami balik lagi ke home stay dengan sedikit
tergesa-gesa. Belum makan, belum mandi, belum packing, dan belum sholat. Sementara
waktu terus berlalu. Kami harus buru-buru checkout karena batas checkout jam
satu siang.
Untungnya lokasi ke home stay gak jauh dan gak kena macet
(gak tau juga sih di Jogja ada macet/gak). Kami sampai di home stay jam setengah 1 siang. Ahmad packing sedangkan gue
milih buat mandi sekaligus wudhu buat sholat Dzuhur dulu. Selesai semua
aktivitas kami langsung pamit ke Miss dan bergegas ke Stasiun Lempuyangan.
Pulang
Sadar akan kondisi perut yang lapar maka kami memutuskan
untuk makan siang seiring perjalanan ke Stasiun Lempuyangan. Orang dari
penyewaan motor udah ngontak dari sebelumnya dan sepakat buat ketemuan di salah
satu sudut area Stasiun Lempuyangan yang gak ada preman ataupun polisi. Setelah
ketemu di pertigaan yang ada di dekat Stasiun itu kami diantar oleh orang dari
penyewaan buat ke depan stasiun. Kalau jalan kaki lumayan soalnya.
Gue sempet beli bolu kukus Tugu Jogja yang ada di dalam
stasiun. Kuenya enak. Satu box isi 10 gitu. Packaging-nya bagus. Harga satu box
Rp 35.000. Ada banyak rasa. Gue milih rasa coklat. Ngeliat gue beli bolu kukus
gini eh si Ahmad ikut beli juga. Dengan jumlah dan rasa yang juga sama.
Kedinginan di Kereta
Perjalanan pulang ke Jakarta dipenuhi dengan drama ketika
tempat duduk kami terasa dingin akibat AC yang terlalu dingin. Emang suhunya
yang terlalu rendah atau arah anginnya yang secara telak ngena ke kami. Awalnya
sih masih bisa bertahan sampai akhirnya penumpang di depan gue nelpon ke orang
yang lagi in charge gitu. Dia ngomong pake bahasa Jawa gitu. Gue bisa ngerti
sedikit-sedikit.
Cara itu berhasil karena beberapa menit kemudian ada petugas
yang langsung sigap dan bikin AC jadi gak terlalu dingin. Udah agak mendingan
saat itu.Tapi ternyata penumpang lain juga ada yang complain karena mereka
kepanasan. Nah ini ada lagi nih. Drama banget. Tuh AC suhunya didinginin lagi. Makin
kedinginan kan kita. Terus dicoba ditengahi kan yah sama petugas yang ada. Dia
nanya siapa yang kedinginan. Gue dan 3 orang lainnya ngacung. Kami berempat
duduk di kursi 1A,1B,2C,2D. Sampai akhirnya gue agak teriak “Yang ngerasa
kepanasan, sini tukeran aja sama saya”. Tapi gak ada tuh yang mau tukeran.
Gue tuh gak kuat dingin kan yah. Jadi gue keluar tuh dari
gerbong dan berdiri di bordes. Meskipun berdiri tapi gue ngerasa sedikit lebih
hangat. Daripada kesiksa gara-gara dingin lebih baik kesiksa gara-gara berdiri.
Hal itu gue lakuin berkali-kali dengan frekuensi bisa 20 menit bordes, 10 menit
gerbong. Kayak gitu aja terus sampai Stasiun Jatinegara. Dari situ gue stay di
gerbong karena dua penumpang yang sebangku sama gue turun di stasiun itu.
Lagian udah deket juga pikir gue. Kereta sampe di Stasiun Senen sekitar jam
00.40
Menuju Tangerang
Gue sempet nanya via Twitter buat nanyain KRL jurusan
Stasiun Duri. Ternyata udah gak ada dan baru ada lagi subuh. Tadinya gue mau
nginep aja di situ. Terus subuh-subuh gue naek KRL ke Duri buat lanjut ke
Tangerang. Ahmad lebih memilih naik Grab Car. Dia ngajak gue buat ikut dia
sampai mana gitu terus nanti gue nyambung Grab Bike dari tempat berpisah itu.
Karena dia ajakin yaudah gue ikut. Tapi kalau dia ngajak patungan sih gue lebih
milih nginep di stasiun. Tarif Grab Car ke Tangerang itu kena sekitar
Rp125.000. Selisihnya cukup jauh kalau dibandingin naik KRL
Perpisahan terjadi di deket perumahan Islamic. Mobil lanjut
ke Perum 2, gue lanjut naik Grab Bike ke Pabuaran. Sekitar jam 2 atau setengah
3 gue nyampe ke kontrakan. Beres-beres dan bersih-bersih lanjut tidur karena
dalam beberapa jam ke depan gue udah harus berangkat kerja lagi.
Tips
Gue gak yakin sih bisa kasih tips backpacker ke Jogja ini.
Karena gue baru sekali ke sana. Tapi gue emang gak mau ninggalin lo tanpa
sebuah tips yang bermanfaat. Atau setidaknya informasi yang berguna.
Tips gue adalah :
1. Di Tamansari, puas-puasin eksplor tiap wilayahnya karena
di sana one way. Kita gak bisa balik lagi ke tempat semula. Mesti masuk dari
depan lagi.
2. New Honda Beat irit banget.Amat direkomendasikan. Dan
bensin full biar gak berhenti-berhenti buat nyari bensin.
3. Di Borobudur, mending beli kaos atau souvenir lain di
lapak-lapak yang emang punya tempat. Kejadian kayak gue kemaren jangan sampe lo
alami.
4. Kalau mau pake
Maps/Waze, bisa pake tentakel di handphone atau kantung anti air buat diiket di
spion dan layarnya ada di dashboard/head motor. Biar kita bisa lihat sendiri.
Gue aja baru kepikir buat pake ide itu di hari ke 3. Telat banget. Padahal gue
bawa tuh case anti airnya.
5. Cari partner yang asyik. Untuk dua alasan, Ahmad bukanlah
partner yang asyik. Hal ini lebih ke teknis sih. Pertama, dia gak bisa bawa
motor. Praktis selama di sana gue terus yang bawa. Alasan kedua adalah dia
bukan boncenger yang baik karena terlalu pasif. Emang orangnya agak pendiam
sih. Tapi pas di motor itu banyak banget diemnya. Kan gue sebagai driver bete
yah. Bisa aja gue ngantuk. Atau bisa aja dia yang ngantuk dan gue gak tau.
Ngeri aja terjadi kecelakaan gara-gara masing-masing dari kami gak ada yang
tahu kalau ada yang ngantuk. Karena sebagai boncengers gue pernah ngantuk dan tertidur hingga nyaris jatuh. Drivers diajak ngomong biar gak ngantuk. Gitu
maksud gw. Ahmad tuh enggak. Padahal gue udah pancing-pancing dia buat bagi
cerita. Apa aja. Asmara, kerjaan, agama, dll. Semata-mata buat teman ngobrol
untuk menghindari rasa bosan dan rasa ngantuk.
Cuma 5 point aja tips dari gue. Karena gue yakin lo bisa
dapet tips di blog lain. Tapi alasan gue gak kasih banyak tips supaya kalian
bisa dapet kejutan atas apa yang akan alami dalam perjalanan kalian.Ingat bahwa
‘bad choices makes a great stories’.
Kesimpulan
Udah kayak makalah aja yah ada kesimpulan.
Dari perjalanan ini gue jadi tahu bahwa masyarakat di sana
sadar betul akan potensi alamnya untuk dijadikan objek wisata. Mereka membentuk
forum dan mengelola bersama untuk memajukan tempat mereka. Pariwisata menjadi kata kunci untuk mereka bisa
lebih mengembangkan potensinya. Karena dengan adanya tempat wisata maka akan ada lahan ekonomi baru yang bisa dikembangkan. Area parkir, lapak penjual,
penyewaan jasa, dll. Bukan hanya itu. Masyarakat di sana terlihat amat serius
dalam mengelola. Terlihat dari tiket parkir/tiket masuk yang dicetak custom.
Jauh lebih bagus dan memorable jika dibandingkan dengan apa yang gue dapet di
Borobudur.
Peran pemerintah yang gue liat kayaknya ada pada
infrastruktur dengan memasang banyak rambu-rambu lalu lintas dan petunjuk jalan
yang sangat informatif dan tersebar bahkan di tempat-tempat yang gak gue
sangka. Di jalanan kecil yang gue kira jalan kampung aja ada lho. Kaget gue. Rambu-rambu
petunjuk akan ada masjid juga terlihat di sepanjang jalan yang gue lalui. Satu-satunya
yang masih kurang adalah penerangan di jalan-jalan terutama di daerah Gunung
Kidul. Gue harap sih lampu penerangan di jalan itu diperhatikan lagi biar lebih
terang dan gak mencekam-mencekam banget kalau malam hari.
Hitung-hitungan
Baiklah. Ini pertamakalinya gue nulis budget yang gue
keluarin pas vakansi. Sila disimak.
UMUM
Ongkos kereta Bengawan PP : Rp 155.000Home stay Deep Purple 2 hari : Rp. 50.000 (share cost)
Home stay Selo 1 hari : Rp 40.000 (share cost)
Sewa motor 3 hari + jasa antar : Rp 85.000 (share cost)
Bensin 3 hari : Rp 28.000 (share cost)
TOTAL : Rp 358.000
MAKAN
Angkringan pagi : Rp 2.000
Nasi kuning : Rp 5.000
Makan siang di Mangunan : Rp 0 (dibayarin. Tapi sekitar Rp 13.000)
Makan sore di Wediombo (Indomie telor + teh manis) : Rp 14.000
Teh tawar di Bukit Bintang : Rp 4.000
Makan pagi/siang ke Kalibiru (sop ayam boyolali) : Rp 0 (dibayarin. Sekitar Rp 15.000 udah sama susu)
Makan malam di Jogja (pecel ayam + telor) Rp. 18.000
Makan pagi Sop Ayam Pak Min Klaten : Rp 11.000
Makan siang Soto daging : Rp 15.000
TOTAL : Rp 69.000
Angkringan pagi : Rp 2.000
Nasi kuning : Rp 5.000
Makan siang di Mangunan : Rp 0 (dibayarin. Tapi sekitar Rp 13.000)
Makan sore di Wediombo (Indomie telor + teh manis) : Rp 14.000
Teh tawar di Bukit Bintang : Rp 4.000
Makan pagi/siang ke Kalibiru (sop ayam boyolali) : Rp 0 (dibayarin. Sekitar Rp 15.000 udah sama susu)
Makan malam di Jogja (pecel ayam + telor) Rp. 18.000
Makan pagi Sop Ayam Pak Min Klaten : Rp 11.000
Makan siang Soto daging : Rp 15.000
TOTAL : Rp 69.000
Gak termasuk makan di kereta (Pop Mie Rp
10.000 dan paket nasi Rp 23.000) dan bekal beli di Lawson Stasiun Pasar Senen
(Nasi kuning Rp 30.000 buat 2 porsi)
WISATA
Masuk Kebun Buah Mangunan : Rp 5.000
Masuk Watu Layang : Rp 1.500 (share cost)
Masuk Sukorame : Rp 2.000
Masuk Pantai Wediombo : Rp 5.000
Masuk Kalibiru : Rp 5.000
Masuk Candi Borobudur : Rp 32.000 (lagi ada promo. Norma Rp 40.000)
Masuk Taman Sari : Rp 5.000
Masuk Watu Lembur : Rp 0
Parkir total : Rp 10.500 (share cost)
Masuk Kebun Buah Mangunan : Rp 5.000
Masuk Watu Layang : Rp 1.500 (share cost)
Masuk Sukorame : Rp 2.000
Masuk Pantai Wediombo : Rp 5.000
Masuk Kalibiru : Rp 5.000
Masuk Candi Borobudur : Rp 32.000 (lagi ada promo. Norma Rp 40.000)
Masuk Taman Sari : Rp 5.000
Masuk Watu Lembur : Rp 0
Parkir total : Rp 10.500 (share cost)
TOTAL : Rp 66.000
LAIN-LAIN
Total Grab : Rp 45.000
Oleh-oleh : Rp 245.000
Nonton JRX : Rp 35.000
Warnet : Rp 3.000
TOTAL : Rp 293.000
GRAND TOTAL : Rp 831.000
Anyway angka itu bisa kita kecilin lagi. Yang paling penting
sih yang UMUM dan MAKAN. Pengeluaran gue yang paling gede ada di belanja
oleh-oleh. Biaya LAIN-LAIN itu seharusnya sih gak ada. Jadi dengan bawa Rp
500.000 aja sebetulnya udah cukup buat backpacker-aN ke Jogja.
PENUTUP
Gue masih ingin ke Jogja. Entah sendiri. Entah bareng
pasangan. Entah rame-rame.Karena pasti akan beda kesannya kalau kita bisa ke
sana sama orang lain. Jalan bareng orang lain bakal bikin cerita yang lain. Gue
sendiri masih ingin menjelajahi bagian Keraton dan wisata sejarah lainnya.
Mungkin sekalian liat pertunjukan Papermoon. Atau pertunjukan wayang orang. Atau
mungkin nonton Prambanan Jazz. Karena kalau hanya sebatas liat pemandangan mah
gak usah jauh-jauh ke Jogja. Bandung juga banyak tempat asik. Tapi kalau mau
ngabisin waktu dan liburan semata sih gak masalah. Apalagi kalau sama pasangan