-->

Senin, 16 April 2018

My Dear


Setengah jam berlalu sejak kereta jurusan Jatinegara itu meluncur pasti. Belum ada tanda-tanda loket kereta lokal jurusan Purwakarta akan dibuka. Yang ada hanya antrian tak jelas yang tak teratur. Di antrian tak jelas itu berdiri Bintang dengan penuh sabar sekaligus gelisah karena faktor-faktor tertentu. Sabar karena memang Bintang telah biasa menunggu. Gelisah karena tak sabar ingin menemui orang yang ia kasihi. Hari ini, setelah puluhan senja yang datang merona, Bintang pergi untuk menemui Bulan, kekasihnya.

**

Setiap satu stasiun terlewati, pikiran dan perasaan Bintang semakin diburu oleh perasaannya yang menggebu. Bintang rindu. Teramat sangat. Pertemuan dengan Bulan adalah satu hal yang selalu ia syukuri. Betapa kebahagiaan kecil itu mampu membuat seseorang merasa lebih yakin dengan yang ia jalani.

Dalam setiap lamunan yang mengiringi perjalanannya dan ruang rindunya, selalu Bintang terbawa pada saat-saat  yang pernah ia lewatkan bersama Bulan. Kenangan hari pertama bertemu. Kenangan hari-hari bersatu. Kenangan semalam bersama sampai pagi, melewatkan malam hebat yang pernah ia alami sepanjang ia hidup.

Dan itu semua dilaluinya saat bersama Bulan.

**

Bulan sedang bersiap-siap ketika Bintang memberi kabar bahwa keretanya sudah sampai di Stasiun Lemah Abang. Rambutnya sudah disisir rapih. Motornya sedang dipanaskan. Hanya tinggal mempersiapkan diri untuk menemui Bintang.

Pertemuan kali ini bagi Bulan terasa istimewa. Bukan pertemuan biasa karena masih dalam suasana hari istimewa. Hari lahirnya jatuh sehari sebelumnya. Perayaan sederhana dengan orang yang dicinta mampu menanamkan sebuah kenangan manis yang terpatri lama dalam ingatan setiap orang. Bulan tahu itu. Itulah yang dia persiapkan untuk menemui Bintang; membiarkan kenangannya terisi bersama Bintang.

**

Tepat jam 12 siang saat mentari begitu berada di puncaknya, motor hitam itu mendekat perlahan ke arah Bintang berdiri. Sepuluh menit lamanya Bintang berdiri di situ menunggu kedatangan Bulan bukanlah apa-apa jika dibandingkan lamanya Bintang memendam rindu. Dan ketika yang dirindu itu muncul di hadapannya, sebuah senyuman lebar dengan tatapan mata yang hangat terpancar dari kedua mata itu

“Lama yah nunggu aku?” Tanya Bulan basa-basi.

“Bukan apa-apa dibandingkan lamanya aku menunggu momen ini. Berdua bersamamu.” Kata Bintang, bukan basa-basi. 

**

Selama di perjalanan, Bulan dan Bintang banyak bercerita tentang waktu-waktu yang dijalani masing-masing selama ini. Bertukar cerita merupakan agenda rutin yang harus selalu ada saat mereka bersama. Bulan dengan bersemangat bercerita tentang tempat-tempat yang mereka lewati. Perempatan, hotel, kawasan industri, sampai tempat makan favoritnya tak lupa Bulan ceritakan. Sebagai anak yang tumbuh dan besar di kota itu, tentu ada banyak kenangan yang pernah dikecap oleh Bulan. Dan kenangan itu ia coba bagi dengan Bintang.

Credit : inovasee.com

**

“Cepetan ih,panas tahu.” Kata Bulan ketika melihat Bintang yang belum juga bergegas dari motor yang baru saja diparkir.
“Iya, sebentar lagi

Yang tidak diketahui oleh Bulan adalah Bintang memang sengaja. Ada yang direncanakan. Bulan tidak menyadari apapun sehingga lebih memilih jalan terlebih dahulu ke arah yang jauh lebih sejuk. Segera setelah yang direncanakan Bintang dirasa sukses, Bintang bergegas menyusul Bulan. Bergenggaman tangan, keduanya jalan beriringan menuju sebuah restoran masakan Jepang

**

Di atas meja itu masakan tersaji cepat. Baik Bintang maupun Bulan keduanya sama-sama memesan satu porsi makanan yang dirasa cocok. Selama acara makan siang itu keduanya asik berbagi cerita dan berbagi rasa tentang makanan yang dipesan. Kehadiran keduanya di ruangan itu adalah fenomena yang agak ganjil mengingat tamu yang lain merupakan mitra kerja atau juga relasi dari masing-masing perusahaan yang sedang melakukan makan siang terkait bisnis mereka. Hanya Bintang dan Bulan saja yang berstatus pasangan yang makan di tempat itu.

“Aku mau pesen lagi tapi bingung pesen apa.” Kata Bulan sambil memainkan sumpitnya.

“Jangan pesen yang sama kayak yang aku pesen. Kenyang banget tau. Lagian kamu gak akan habis. Nanti ujung-ujungnya aku lagi yang diminta habisin.”

Senyum Bulan melebar tatkala Bintang berkata seperti itu. Bulan tahu kalau Bintang tahu bahwa Bulan tak akan bisa menghabiskan makanan yang ia pesan. 

“Yaudahlah aku ke toilet dulu aja. Pesennya nanti dulu aja.”

Bulan meninggalkan Bintang yang sedang mengatur nafas karena kekenyangan.

**

Tas ransel berbahan kulit imitasi yang ada di kursi milik Bulan diambil dengan tergesa saat Bulan tak ada. Bintang mampu berpikir cepat untuk melakukan sesuatu yang diharapkan mampu memberi efek kejut kepada Bulan. Adegan yang dilakukannya ini tidak ada dalam agendanya. Murni karena insting. Insting seorang pria yang ingin memberikan kejutan kepada yang ia cintai

Sekembalinya Bulan, tak ada yang dirasa aneh. Semua berjalan normal. Tapi tidak bagi Bintang.

Bintang masih menanti akan seperti apa kejutan itu muncul. Lebih dari itu, Bintang ingin tahu reaksi yang muncul atas aksinya. Bintang menunggu dengan sabar.
**

“Udah setengah tiga nih. Cabut yuk.” Bintang ingin cepat-cepat pergi dari situ.
“Sebentar, aku bayar dulu.” Kata Bulan.

Tangan kanannya mengambil tas ransel miliknya. Terdengar bunyi gemerisik. Bulan kebingungan sementara Bintang keasyikan.

Bulan membuka tasnya dan tersenyum. Perasaannya bercampur antara haru, senang, dan kaget. Hal itu karena adanya satu bucket bunga mawar yang diselipkan secara rapih dan manis, ditaruh dengan cara yang tidak ia duga. Bucket Bunga yang dibawanya khusus dari kota di mana Bintang tumbuh. Bunga yang mewakili semua rasa yang terpendam selama ini. Yang dikhususkan untuk diberikan kepada Bulan seorang. 

Credit : pngtree.com

“Sejak kapan?” Bulan bertanya dengan senyum terbuka lebar dan degup jantung yang berdebar. 

“Pas aku ke toilet yah?” Bulan cukup cerdas untuk mencari jawabannya sendiri.

“Kenapa?” Ini yang Bulan paling ingin tahu.

Ditatapnya hangat mata itu. Dan satu tangan Bintang mengulur. Meminta sambutan dari Bulan.

Tangan keduanya saling bersentuhan. Saling memberi rasa hangat. Dan rasa percaya.

“Aku hanya ingin memberimu kenangan berharga yang bisa kau kenang. Terlebih ini adalah hari istimewa untukmu. Hubungan kita memang masih belum tahu akan sampai di mana. Bisa berujung pada sebuah ikrar suci, atau bisa saja hal buruk. Yang tak mau aku sebutkan. Dan aku hindari. Tapi satu hal yang pasti, kamu memang pantas mendapatkan itu. Bukan dari siapapun. Tapi dari aku. Aku mencintaimu. Kaupun tahu itu , my dear.”

Keduanya bangkit. Saling mendekat dan sebuah pelukan terjadi.

“Terima kasih.” Bisik Bulan yang kini wajahnya dibenamkan pada dada Bintang.

“Terima kasih untuk semuanya. Untuk semua waktu yang kau habiskan. Untuk semua yang telah kau lakukan. Terima kasih telah membuatku merasa istimewa. Terima kasih telah membawa kebahagiaan untukku. Thank you for coming into my life.”

Saat itu juga keduanya sama-sama tahu bahwa ada yang harus diperjuangkan bersama untuk kebersamaan yang lebih lama.

Credit : Gettyimages

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner